Pemerintah Dinilai Lalai,Walhi mempertimbangkan fasilitasi korban Situ Gintung melakukan gugatan class action kepada Pemerintah

By den_bagus on 16.46

komentar (0)

Filed Under:

Alih fungsi lahan melanggar aturan.

TANGSEL -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mempertimbangkan menggugat pemerintah karena dinilai lalai dalam pemeliharaan Situ Gintung di Kelurahan Cireundeu, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Provinsi Banten.

''Walhi mempertimbangkan mengajukan gugatan hukum legal standing atau memfasilitasi warga korban melakukan gugatan class action kepada Pemerintah Provinsi Banten dan departemen teknis terkait,'' kata Juru Kampanye Air dan Pangan Walhi Eksekutif Nasional, Erwin Usman, Ahad (29/3).
Menurut Erwin, jebolnya tanggul Situ Gintung murni merupakan kelalaian pemerintah dalam menerapkan UU No 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air cq PP No 42/2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, dan UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Ketidakseriusan pemerintah merawat Situ Gintung, ungkapnya, terbukti dari diabaikannya laporan masyarakat mengenai kerusakan kawasan danau ataupun tanggul. ''Pemerintah, Departemen PU, dan Pemprov Banten tak cukup cermat. Situ yang dibangun tahun 1930 itu tak pernah diperbaiki, cuma dilakukan semacam pengerukan pada 2008.''

Dengan kondisi itu, wajar jika danau berkapasitas 1,5 juta meter kubik itu tak mampu menampung air berlebih dua juta meter kubik saat kejadian. Akibatnya, tanggul danau pun jebol.

Masyarakat juga telah melaporkan adanya pendangkalan dan penyempitan lahan danau dari 31 hektare menjadi 21 hektare. ''Alih fungsi dengan dibangunnya semacam vila, restoran, kawasan ekowisata, dan komersial lain tidak memerhatikan fungsi ekologis dan keselamatan manusia.''

Alih fungsi lahan ini menunjukkan koordinasi antara Pemda Tangerang, Pemprov Banten, Pemprov Jabar, dan Pemprov Jakarta buruk. Ini karena wilayah lintasan air di atas Situ Gintung meliputi daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung dan DAS Cisadane.

''Kondisi di hulu dikoordinasikan dengan Pemprov Jabar dan Jakarta karena pemulihan DAS dan tangkapan air berpengaruh terhadap hilir dan volume air yang turun.''

Walhi mengusulkan moratorium atau penghentian segala alih fungsi lahan di kawasan situ, daerah aliran sungai (DAS), dan daerah tangkapan air. Sebab, ketiga daerah itu saling memengaruhi.

Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Agus Setyo Muntohar, menilai, jebolnya tanggul Situ Gintung karena kegagalan struktur. ''Ini mengingat bahwa Situ Gintung dibuat oleh manusia,'' katanya.

Namun, permasalahan utama, menurutnya, adalah tidak konsistennya pengawasan terhadap bangunan-bangunan umum berbahaya di kawasan itu. ''Fungsi inspeksi terhadap bangunan air tidak berjalan.''

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Ginandjar Kartasasmita, meminta musibah ini diselidiki. ''Pemerintah harus segera melakukan penyelidikan yang cermat dan saksama,'' katanya. ''Apakah musibah itu akibat kecelakaan atau bencana alam yang tidak bisa dihindari, kelalaian atau penyebab lain.''

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung-Cisadane, Pitoyo Subandrio, mengaku telah melakukan pengawasan rutin di Situ Gintung. ''Pada 2008 lalu, kami melakukan perbaikan dan juga pemeliharaan,'' katanya.

Namun, dia pun mengakui bahwa berdirinya bangunan di sekitar danau menyalahi aturan. Semestinya, pada jarak 30 meter dari tepi danau, tak boleh berdiri bangunan. ''Saat ini saja tubuh bendungan dipakai untuk mendirikan bangunan,'' keluhnya.

Untuk merelokasi bangunan yang menyalahi aturan, kata Pitoyo, itu adalah kewenangan pemerintah daerah. ''Kami tak berhak menyuruh mereka pergi. Pemerintah daerah yang berwenang.''

Mengenai mau diapakan danau dan permukiman di sekitarnya, Pitoyo mengaku belum bisa mengungkapkannya. ''Kami masih menunggu hasil kajian tim ahli dari Jepang.''

Wali Kota Tangsel, Muhammad Shaleh, belum memutuskan mau diapakan kawasan bencana tersebut, termasuk kemungkinan untuk taman kota. ''Kami masih mengkaji." [republika]

Selengkapnya...

Menyedihkan, Di Bukhara Uzbekistan Anak-anak Pelajar Dilarang Mengikuti Sholat Jumat

By den_bagus on 19.05

komentar (0)

Filed Under:

Jika semua 'ulama di dunia pastinya menyambut dengan peningkatan jemaah, terutama mereka akan menyenangi kehadiran para anak muda, para imam di Uzbekistan, malah sebaliknya. Mereka benar-benar tidak ingin melihat generasi masa depan umat itu hadir di antara mereka. Para ulama di Masjid Bukhara menasihati para pelajar sekolah untuk tidak menghadiri sholat Jumat, meninggalkan sekolah mereka. Upaya menjauhkan generasi muda Muslim dari Islam terus terjadi di tengah-tengah kaum Muslim terpecahbelah ini.
Setelah banyak daerah di Uzbekistan menghalangi warga Muslim ke Masjid-masjid, kini hal itu terjadi pula di kawasan Bukhara. Imam-imam di daerah Bukhara telah mengikuti daerah lainnya untuk menhalangi para pelajar sekolah pergi ke masjid-masjid.

Sebuah sumber menyebutkan bahwa sejumlah anak pelajar yang menghadiri sholat Jumat terus bertambah dalam beberapa tahun terakhir ini. Para pelajar tersebut meminta guru-gurunya untuk membolehkan mereka meninggalkan kelas. Tetapi anehnya, para imam berfikir bahwa pendidikan lebih penting daripada Sholat Jumat.

Sebuah sumber berita Uzbek menyebutkan, keterlibatan anak-anak muda dalam aktivitas agama terus tumbuh di semua wilayah Uzbekistan. Penguasa setempat mencoba untuk membatasi hal tersebut dengan berbagai macam tindakan penghalang.

Sebagai contoh, guru-guru di Daerah Andijan telah meminta semua anak-anak sekolah, termasuk mereka yang sekolah di SMP untuk menulis agar mereka tidak menghadiri pelaksanaan sholat Jumat. Bahkan pihak penguasa tak segan-segan membunuh siapa pun yang dianggap sebagai ancaman bagi kekuasaannya. Tragedi Andijan yang menewaskan ribuan Muslim Uzbekistan tak bisa dilupakan. Terus tumbuhnya pengaruh gerakan Islam yang terus memberikan pencerahan dan cahaya Islam, seperti dilakukan oleh Hizbut Tahrir membuat penguasa korup kebakaran jenggot.

Demikianlah, kondisi umat Islam di negeri tempat lahirnya seorang ulama hadits terkemuka ketika Islam dahulu berjaya, Imam Bukhori. Kondisi saat ini sangat mengerikan. Upaya busuk para penguasa setempat untuk menghentikan aktivitas keagamaan terus terjadi. Namun, semua upaya itu pastinya hanya sia-sia belaka. Kaum Muslim dan para pemudanya di berbagai dunia terus bergerak, bersatu padu merindukan kembali kehidupan Islam, termasuk di Uzbekistan.

Sungguh mengerikan kondisi umat ketika sekularisme mencengkram. Persoalan yang serupa sebetulnya tidak saja menimpa negeri di bekas kekuasaan Uni Soviet tersebut saja. Di beberapa negeri Muslim lainnya, terjadi upaya-upaya busuk untuk menjauhkan generasi muda Muslim dari Islam. Salah satu contohnya, anak-anak muda Muslim dijauhkan dari pakaiaan Islam yang menutup aurat, kegiatan belajar yang melabrak waktu sholat, pemaksaan ide sekular melalui pendidikan dan budaya barat mengatasnamakan hiburan. Sungguh menyedihkan.

Derita Muslim Uzbekistan tentunya derita kaum Muslim seluruh dunia. Tetapi di manakah kepedulian mereka atas penderitaan saudara mereka? Di manakah Amirul Mukminin yang akan menghentikan tindakan busuk para penguasa korup tersebut? Di manakah mereka? Lalu bagaimana pertanggungjawaban kita kelak di akhirat yang sudah membiarkan Islam dan umatnya ini dihinakan?

Sudah saatnya kaum Muslim bersatu padu, kembali kepada pangkuan Islam di bawah payung pemersatu umat, Khilafah Rasyidah. Institusi inilah yang akan mengembalikan kejayaan dan kewibawaan umat Islam hingga tak ada satu pun pihak yang berani menghinakan Islam dan umatnya. Insya Allah tak akan lama lagi. [syabab.com]

Selengkapnya...

Nasyroh: Hukum Pemilu Legislatif dan Presiden

By den_bagus on 09.25

komentar (0)

Filed Under:

Hukum Pemilu Legislatif dan Presiden

Tidak lama lagi, Indonesia kembali akan menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) 2009. Pemilu kali ini selain untuk memilih anggota legislatif, yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pusat dan Daerah, serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD); juga memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan anggota legislatif akan diselenggarakan pada 9 April 2009. Sedang pemilihan presiden akan diselenggarakan pada awal Juli 2009 untuk putaran pertama, dan pertengahan September 2009 untuk putaran kedua.
Di tingkat pusat, pemilu akan memilih anggota DPR dan DPD di mana keduanya akan secara bersama membentuk MPR. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 3 hasil amandemen ditetapkan bahwa wewenang MPR adalah mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar, melantik Presiden dan Wakil Presiden, dan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar. Tentang kewenangan DPR, pada Pasal 11 ayat 2 disebutkan DPR melakukan persetujuan bersama Presiden dalam membuat perjanjian internasional, keuangan negara, dan perubahan atau pembentukan undang-undang. DPR membahas setiap rancangan undang-undang untuk mendapat persetujuan bersama pemerintah (Pasal 20). Jadi, DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan; memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat; hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20A).

Dengan demikian, anggota legislatif memiliki tiga fungsi pokok, yaitu (1) fungsi legislasi untuk membuat UUD dan UU, (2) melantik presiden/wakil presiden, dan (3) fungsi pengawasan, atau koreksi dan kontrol terhadap pemerintah. Sedangkan tugas Presiden, secara umum adalah melaksanakan Undang-Undang Dasar, menjalankan segala undang-undang dan peraturan yang dibuat. Berdasarkan fakta ini, hukum tentang pemilu di Indonesia bisa dipilah menjadi dua, yaitu pemilu legislatif dan pemilu presiden.

Pemilu legislatif pada dasarnya bisa disamakan dengan hukum wakalah, yang hukum asalnya adalah mubah (boleh), berdasarkan hadits Nabi:

«وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: اَرَدْتُ الْخُرُوْجَ اِلىَ خَيْبَرَ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ: إِذَا أَتَيْتَ وَكِيْلِيْ بِخَيْبَرَ فَخُذْ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ وَسَقًا» (رواه ابو داود و صححه).

Dari jabir bin Abdillah radliyallâhu ‘anhumâ, dia berkata: Aku hendak berangkat ke Khaibar, lantas aku menemui Nabi SAW. Seraya beliau bersabda: “Jika engkau menemui wakilku di Khaibar maka ambillah olehmu darinya lima belas wasaq” (HR. Abu Dawud yang menurutnya shahih).

Selain itu, dalam Bai’atul ‘Aqabah II, Rasulullah SAW meminta 12 orang sebagai wakil dari 75 orang Madinah yang menghadap beliau saat itu yang dipilih oleh mereka sendiri.

Kedua hadits di atas menunjukkan bahwa hukum asal wakalah adalah mubah, selama rukun-rukunnya sesuai dengan syariah Islam. Rukun wakalah terdiri dari: Dua pihak yang berakad yaitu, pihak yang mewakilkan (muwakkil) dan pihak yang mewakili (wakîl); perkara yang diwakilkan atau amal yang akan dilakukan oleh wakil atas perintah muwakkil; dan redaksi akad perwakilannya (shigat taukîl).

Bila semua rukun tersebut terpenuhi, maka yang menentukan apakah wakalah itu Islami atau tidak adalah amal atau kegiatan yang akan dilakukan oleh wakil. Dalam konteks anggota legislatif, wakil rakyat di parlemen akan menjalankan tiga fungsi pokok, yaitu (1) fungsi legislasi untuk membuat UUD dan UU, (2) melantik presiden/wakil presiden, dan (3) fungsi pengawasan, koreksi dan kontrol terhadap pemerintah. Melihat fungsi-fungsi tersebut, hukum wakalah terhadap ketiganya tentu berbeda. Wakalah untuk membuat perundang-undangan sekular dan wakalah untuk melantik presiden/wakil presiden yang akan menjalankan sistem sekular tentu berbeda hukumnya dengan wakalah untuk melakukan pengawasan, koreksi dan kontrol terhadap pemerintah.

Berkaitan dengan fungsi legislasi, harus diingatkan bahwa setiap muslim yang beriman kepada Allah SWT, wajib taat kepada syariah Islam yang bersumber dari al-Quran dan As-Sunnah, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tidak ada pilihan lain bagi seorang muslim kecuali menerapkan hukum syariah Allah SWT. Allah SWT telah menegaskan,

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ

Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah. (TQS. Yusuf [12]: 40)

Allah Swt juga menyatakan bahwa konsekuensi iman adalah dengan taat pada syariat-Nya,

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجاً مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيماً

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (TQS. an-Nisa [4]: 65)

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِيناً

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata (TQS. Al Ahzab[33]: 36).

Tidak boleh seorang muslim mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah atau menghalalkan apa yang telah diharamkan-Nya. Tentang hal ini, At-Tirmidzi, dalam kitab Sunan-nya, telah mengeluarkan hadits dari ’Adi bin Hatim –radhiya-Llahu ’anhu— berkata: ’Saya mendatangi Nabi saw. ketika baginda sedang membaca surat Bara’ah:

اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ

”Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putera Maryam.” (TQS. At-Taubah [9]: 31)

Seraya bersabda: ’Mereka memang tidak beribadah kepadanya, tetapi jika mereka menghalalkan sesuatu untuknya, mereka pun menghalalkannya; jika mereka mengharamkan sesuatu untuknya, maka mereka pun mengharamkannya.”

Karena itu, menetapkan hukum yang tidak bersumber dari al-Quran dan As-Sunnah adalah perbuatan yang bertentangan dengan akidah Islam. Bahkan dapat dikategorikan perbuatan menyekutukan Allah SWT. Seorang muslim wajib terikat kepada syariah Allah, wajib mengambil hukum dari wahyu Allah semata, dan menolak undang-undang atau peraturan buatan manusia yang bertentangan dengan hukum Allah SWT. Dengan demikian, wakalah dalam fungsi legislasi yang akan menghasilkan hukum atau peraturan perundangan sekular atau yang bertentangan dengan syariah Islam tidak diperbolehkan, karena hal tersebut merupakan aktivitas yang bertentangan dengan akidah Islam.

Wakalah untuk melantik presiden/wakil presiden juga tidak diperbolehkan, karena wakalah ini akan menjadi sarana untuk melaksanakan keharaman, yakni pelaksanaan hukum atau peraturan perundangan sekular yang bertentangan dengan syariat Islam oleh presiden/wakil presiden yang dilantik tersebut. Larangan ini berdasar pada kaedah syara’ yang menyatakan:

(اَلْوَسِيْلَةُ اِلَى الْحَرَامِ حَرَامٌ)

“Wasilah (perantaraan) yang pasti menghantarkan kepada perbuatan haram adalah juga haram”

Adapun wakalah dalam konteks pengawasan, koreksi dan kontrol terhadap pemerintah dibolehkan, selama tujuannya adalah untuk amar makruf dan nahi mungkar (menegakkan kemakrufan dan mencegah kemunkaran). Wakalah dalam konteks ini merupakan wakalah untuk melaksanakan perkara yang dibenarkan oleh syariat Islam. Maka, pencalonan anggota legislatif dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan tadi dibolehkan sepanjang memenuhi syarat-syarat syar’iy. Bukan dibolehkan secara mutlak. Syarat-syarat tersebut adalah:

1. Harus menjadi calon dari partai Islam, bukan dari partai sekular. Dan dalam proses pemilihan tidak menempuh cara-cara haram seperti penipuan, pemalsuan dan penyuapan, serta tidak bersekutu dengan orang-orang sekular.

2. Harus menyuarakan secara terbuka tujuan dari pencalonan itu, yaitu untuk menegakkan sistem Islam, mengubah sistem sekular menjadi sistem Islam, melawan dominasi asing dan membebaskan negeri ini dari pengaruh asing. Dengan kata lain, calon wakil rakyat itu menjadikan parlemen sebagai mimbar (sarana) dakwah Islam, yakni menegakkan sistem Islam, menghentikan sistem sekular dan mengoreksi penguasa.

3. Dalam kampanyenya harus menyampaikan ide-ide dan program-program yang bersumber dari ajaran Islam.

4. Harus konsisten melaksanakan poin-poin di atas

Ini berkaitan dengan hukum pemilu legislatif yang berbeda dengan pemilu presiden. Jika dalam pemilu legislatif bisa disamakan dengan hukum wakalah, lain halnya dengan pemilu presiden. Status presiden dan wakil presiden bukanlah wakil rakyat, sehingga kepadanya tidak bisa diberlakukan fakta wakalah. Dalam hal ini lebih tepat dikaitkan dengan fakta akad pengangkatan kepala negara (nashb al-ra’is) yang hukumnya terkait dengan dua hal, yaitu person dan sistem.

Terkait dengan person, Islam menetapkan bahwa seorang kepala negara harus memenuhi syarat-syarat in’iqad, yaitu sejumlah keadaan yang akan menentukan sah dan tidaknya seseorang menjadi kepala negara. Syarat-syarat itu adalah (1) Muslim; (2) Baligh; (3) Berakal; (4) Laki-laki; (5) Merdeka; (6) Adil atau tidak fasik; dan (7) Mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai kepala negara. Tidak terpenuhinya salah satu saja dari syarat-syarat di atas, cukup membuat pengangkatan seseorang menjadi kepala negara menjadi tidak sah.

Adapun tentang sistem, harus ditegaskan bahwa siapapun yang terpilih menjadi kepala negara wajib menerapkan sistem Islam. Ini adalah konsekuensi dari akidah seorang kepala negara yang muslim. Tambahan lagi, dalam Islam, memang tugas utama kepala negara adalah untuk menjalankan syariah Islam dan memimpin rakyat dan negaranya dengan sistem Islam. Hanya dengan cara itu saja segala tujuan mulia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan tercapai. Memimpin dengan sistem selain Islam tidak akan menghasilkan kebaikan, tapi justru menghasilkan kerusakan dan bencana. Maka, tidak boleh hukumnya memilih presiden yang akan menjalankan sistem sekular. Siapa saja yang memimpin tidak dengan sistem Islam, oleh Allah SWT disebut sebagai fasik dan dzalim; bahkan bila secara i’tiqadi dengan tegas menolak syariat Islam, dinyatakan sebagai kafir. Allah SWT berfirman:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Dan, siapa saja yang tidak berhukum berdasarkan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (TQS. al-Maidah [5]: 44)

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Dan, siapa saja yang tidak berhukum berdasarkan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang dzalim.” (TQS. al-Maidah [5]: 45)

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Dan, siapa saja yang tidak berhukum berdasarkan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang fasik.” (TQS. al-Maidah [5]: 47)

Wahai kaum muslimin:

Maka, sikap yang semestinya harus ditunjukkan oleh setiap muslim dalam menghadapi pemilu ini adalah:

1. Tidak memilih calon yang tidak memenuhi syarat dan ketentuan di atas. Tidak mendukung usahanya, termasuk tidak mendukung kampanyenya dan mengucapkan selamat saat yang bersangkutan berhasil memenangkan pemilihan.

2. Melaksanakan syariat Islam secara utuh dan menyeluruh dengan konsisten. Serta berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mengubah sistem sekular ini menjadi sistem Islam melalui perjuangan yang dilakukan sesuai dengan thariqah dakwah Rasulullah saw melalui pergulatan pemikiran (as-shirâul fikriy) dan perjuangan politik (al-kifâh as-siyâsi). Perjuangannya itu diwujudkan dengan mendukung individu, kelompok, jamaah, dan partai politik yang secara nyata dan konsisten berjuang demi tegaknya syariah dan khilafah; serta sebaliknya menjauhi individu, kelompok, jamaah dan partai politik yang justru berjuang untuk mengokohkan sistem sekular.

3. Secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan kritik dan koreksi terhadap para penguasa atas setiap aktivitas dan kebijakan mereka yang bertentangan dengan ajaran Islam. Tidak terpengaruh oleh propaganda yang menyatakan bahwa mengubah sistem sekular dan mewujudkan sistem Islam mustahil dilakukan. Tidak boleh ada rasa putus asa dalam perjuangan. Dengan pertolongan Allah, insya Allah perubahan ke arah Islam bisa dilakukan asal perjuangan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Yakinlah, Allah SWT pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya, khususnya dalam usaha mewujudkan tegaknya kembali khilafah guna melanjutkan kembali kehidupan Islam (isti’nâfu al-hayah al- Islâmiyah). Yaitu kehidupan yang di dalamnya diterapkan syariat Islam dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia dengan kepemimpinan seorang khalifah yang akan menyatukan umat dan negeri-negeri Islam untuk kembali menjadi umat terbaik serta memenangkan Islam di atas semua agama dan ideologi yang ada. Kesatuan umat itulah satu-satunya yang akan melahirkan kekuatan, dan dengan kekuatan itu kerahmatan (Islam) akan terwujud di muka bumi. Dengan kekuatan itu pula kemuliaan Islam dan keutuhan wilayah negeri-negeri muslim bisa dijaga dari penindasan dan penjajahan negeri-negeri kafir sebagaimana yang terjadi di Irak dan Afghanistan.

4. Memilih kepala negara yang mampu menjamin negeri ini tetap independen (merdeka) dari cengkraman penjajah. Dengan kata lain, memilih kepala negara yang mampu mewujudkan kemerdekaan yang sesungguhnya, bukan malah sebaliknya membiarkan negeri ini dalam cengkeraman dan dominasi kekuatan asing di segala bidang. Juga harus mampu meletakkan keamanan negeri ini semata di tangan umat Islam, bukan di tangan warga negara asing. Tidak membiarkan pengaruh negara penjajah ke dalam institusi tentara dan polisi, apalagi mengijinkan negara asing membuat pangkalan militer di wilayah negeri ini. Sesungguhnya Allah SWT melarang muslim tunduk pada kekuatan kafir.

وَلَن يَجْعَلَ اللّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً

Dan Allah sekali-kali tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai kaum Mukmin (TQS. An-Nisa[4]: 141).

Akhirnya, semua berpulang kepada umat Islam, apakah akan membiarkan negeri ini terus dipimpin oleh penguasa dzalim dengan sistem sekular dan mengabaikan syariah Islam yang membuat negeri ini terus terpuruk; ataukah sebaliknya memilih pemimpin yang amanah dan menegakkan syariat Islam sehingga kedamaian, kesejahteraan, dan keadilan benar-benar akan terwujud. Begitu juga, semua berpulang kepada umat Islam, apakah akan membiarkan negeri-negeri muslim tetap tercerai-berai seperti sekarang dan tenggelam dalam kehinaan; atau sebaliknya berusaha keras agar bisa menyatu sehingga izzul Islam wal muslimin juga benar-benar terwujud

Karena itu, umat Islam di Indonesia sebagai pemegang kekuasaan hendaknya memperhatikan momentum pemilu ini. Bahwa Pemilu ini tidak boleh menjadi alat untuk melanggengkan sistem sekular. Umat Islam harus berusaha untuk menegakkan sistem Islam dan menghentikan sistem sekular, serta berusaha mewujudkan seorang kepala negara yang mempunyai syarat dan ketentuan Islam sebagaimana dijelaskan di atas, yang akan menegakkan sistem Islam dan menyatukan negeri-negeri di bawah naungan khilafah.

Wahai umat Islam, inilah saatnya, ambillah langkah yang benar! Salah mengambil langkah berarti turut melanggengkan kemaksiatan. Marilah kita renungkan firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَجِيبُواْ لِلّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُم لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya; dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (TQS. Al-Anfal [8]: 24)

19 Rabi’ul Awwal 1430 H/16 Maret 2009

Hizbut Tahrir Indonesia

Selengkapnya...

Pemilu yang Memilukan

By den_bagus on 09.25

komentar (0)

Filed Under:

Awal bulan ini Pemilu 2009 akan digelar di negeri ini. Layaknya hajatan, Pemilu memang membutuhkan biaya besar. Lihat saja total anggaran yang pernah diajukan KPU 31 Oktober 2007 yang lalu. Total dana yang dibutuhkan sebesar Rp 47,9 triliun. Ini baru anggaran KPU Pusat. Belum KPUD.

Pilkada Jatim 2008 saja menghabiskan dana Rp 830 miliar. Untuk daerah lain, Litbang Kompas mencatat, Pilkada DKI Jakarta Agustus 2007 menghabiskan dana Rp 194 miliar; Pilkada di Jawa Barat dan Jawa Tengah juga menelan biaya tidak kurang dari Rp 500 miliar. Tentu ini belum biaya yang dikeluarkan masing-masing calon. Pasangan Karsa saja, dalam Pilkada Jatim yang lalu, misalnya, secara resmi menghabiskan Rp 1,3 triliun. Belum lagi pasangan-pasangan lain. Jadi, hajatan Pemilu ini nyata-nyata menguras dana tidak kurang dari triliunan rupiah.
Pemilu dan Pilkada juga melelahkan. Secara umum rakyat Indonesia harus mencoblos atau mecontreng 3 hari sekali dalam Pemilu atau Pilkada. Belum lagi kalau terjadi sengketa, konflik dan anarkisme akibat Pilkada.

Namun, sebagai ritual demokrasi, Pemilu tetap mutlak harus dijalankan. Sebab, sah-tidaknya praktik demokrasi ditentukan oleh Pemilu; tidak akan ada demokrasi tanpa Pemilu. Karena itu, semahal apapun dan sekalipun melelahkan Pemilu harus tetap berjalan. Begitulah. Namanya, juga ritual.

Pemilu selama ini diharapkan mampu membawa perubahan. Nyatanya, Pemilu dan demokrasi tidak membawa perubahan apapun. Janji-janji yang disampaikan oleh parpol peserta Pemilu, caleg, capres dan cawapres akhirnya terbukti hanya pepesan kosong. Wajar jika Pemilu pun nyaris diabaikan—jika tidak bisa dikatakan ditinggalkan—oleh rakyat. Rakyat sudah sadar, bahwa janji-janji perubahan itu hanya omong-kosong. Justru melalui wakil rakyat dan pemerintahan terpilih, produk undang-undang yang memiskinkan mereka pun lahir. UU Migas, UU SDA, UU Minerba, UU Penanaman Modal dan UU BHP adalah sedikit contoh dari produk mereka. Belum lagi kebijakan-kebijakan yang tidak memihak kepentingan mereka.

Bahkan atas nama wakil rakyat dan penguasa mandataris rakyat, mereka mengundang dan menyambut negara-negara penjajah dengan bangga, justru untuk melestarikan kepentingan sang penjajah di negeri mereka. Para wakil rakyat dan penguasa itu tidak malu dan sungkan menunjukkan kesetiaannya pada titah tuannya. Meski untuk itu, rakyat dan negeri mereka harus menjadi tumbal dari kepatuhan mereka. Proyek perang melawan terorisme, liberalisasi ekonomi, liberalisasi ajaran Islam dan kehidupan masyarakat adalah contoh telanjang dari bukti kepatuhan mereka. Penangkapan ulama, pencekalan pembicara dan penggagalan proyek kemanusiaan pun tanpa malu mereka praktikkan demi memuaskan nafsu sang majikan. Ibarat jongos, apapun titah sang tuan, langsung dilaksanakan tanpa reserve sedikitpun.

Atas nama demokrasi dan kebebasan, kemaksiatan pun merajalela. Kumpul kebo, zina dan homoseksual marak di mana-mana. Ironisnya, tidak ada yang mempersoalkan. Namun, atas nama demokrasi dan kebebasan, perkawinan yang sah menurut syariah justru dipersoalkan. Atas nama demokrasi dan kebebasan, Ahmadiyah tetap dibiarkan bebas dan diawetkan. Penistaan agama, baik terhadap al-Quran, Nabi saw. hingga syariah pun seolah dibiarkan.

Ketika kepercayaan rakyat pada demokrasi dan Pemilu pada titik nadir, justru ada yang mencoba mencari peruntungan; mulai dari pengusaha, pengedar narkoba, maling hingga pengangguran, semuanya ingin mencoba mencari peruntungan dari hajatan demokrasi. Mereka semuanya mendaftarkan dirinya menjadi calon-calon anggota dewan yang terhormat.

Demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat itu hanyalah utopia. Memang betul mereka dipilih oleh rakyat, dan dari rakyat, tetapi jangan berharap mereka memperjuangkan kepentingan rakyat. Pemilu sebagai proses perubahan juga hanyalah utopia. Nyatanya, Pemilu sudah berlangsung berkali-kali, tetapi nasib rakyat tidak pernah berubah. Inilah realitas demokrasi dan Pemilu, yang ternyata hanyalah fatamorgana. Dari jauh tampak indah, ternyata setelah dekat, semuanya hampa.

Namun, entah mengapa masih ada umat Islam yang belum jera, dan tetap percaya, padahal semuanya itu hampa dan terbukti sia-sia. Mahabenar Allah Yang berfirman:

Apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap baik perbuatannya yang buruk, lalu dia meyakini perbuatan itu baik (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh setan)? (QS Fathir [35]: 8).

Itulah gambaran yang dilukiskan Allah dalam al-Quran untuk mereka yang percaya pada jalan yang digariskan bukan oleh Allah, alias jalan setan. Namun, karena kepiawaian setan, jalan itu pun dihias sedemikian rupa sehingga seolah-olah indah dan baik. Untuk itu, berbagai dalih (hiyal) pun dibangun agar bisa menjustifikasi kebaikan semu itu. Semuanya itu konon demi kemaslahatan umat. Mereka lupa, atau sengaja melupakan peringatan Allah di dalam surah yang sama:

Siapa saja yang menghendaki kemuliaan, maka kemuliaan itu semuanya hanyalah milik Allah. (QS Fathir [35]: 10).

Dengan demikian, siapapun yang menginginkan negeri ini terhormat, keliru sekali jika menganggap Pemilu dan praktik demokrasi bisa mewujudkan semuanya. Yakinlah, semuanya itu utopis. Lihatlah apa yang dialami oleh Amerika dan negara-negara Uni Eropa saat ini. Belum cukupkah semuanya itu menjadi bukti?

Karena itu, tidak ada jalan lain, kecuali kembali kepada Allah, dengan cara mempraktikkan seluruh sistem-Nya. Hanya dengan itulah keberkahan dari langit dan bumi akan Allah turunkan:

Sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. (QS al-A’raf [7]: 96).

Inilah saatnya! Allahumma waffiqnâ wanshurnâ fî thâ’atika wa al-Muslimîn.[Hafidz Abdurrahman]

Selengkapnya...

Alih-alih Menangkap Pemberontak Sadis, Penguasa Bangladesh Malah Sibuk Menahan Para Aktivis HT

By den_bagus on 06.43

komentar (0)

Filed Under:

Baru-baru ini, Hizbut Tahrir Bangladesh menggelar aksi protes atas konspirasi India yang telah membantai banyak kalangan militer. Aksi tersebut diadakan pada hari Jumat, 06/03/09, di depan Masjid Agung Dhaka, usai sholat Jumat. Ribuan kaum Muslim bersama gerakan yang konsisten memperjuangkan syariat Islam ini memprotes konspirasi India dan para pemberontak dari dalam dan luar Bangladesh yang telah membawa kematian dari beberapa pejabat militer, dan juga mengutuk keras penangkapan 31 anggota Hizbut Tahrir yang telah mengungkap fakta konspirasi tersebut kepada masyarakat luas.
Sebelumnya, selepas menyebarkan selebaran yang mengungkap sikap diamnya pemerintah atas konspirasi India yang telah membantai para perwira militer itu, sekitar 31 orang anggota dan aktivis Hizbut Tahrir ditangkapi. Beberapa media sepeti AFP lagi-lagi menggiring opini yang menyebutkan partai politik internasional tersebut terlarang di beberapa negara, tapi tidak di Bangladesh.

Wakil resmi dari Hizbut Tahrir di Bangladesh, Mohiuddin Ahmed mengutuk penangkapan terhadap para aktivis dan anggota partainya itu. Mohiuddin juga mengutuk keputusan penguasa setempat yang malah mengundang PBB, Amerika dan Inggris. Padahal Amerika dan Inggris terus sibuk membantai umat Islam di berbagai negeri seperti di Irak dan Afghanistan.

"Alih-alih menangkap para pemberontak pembunuh tersebut, pemerintah malah sibuk menangkap anggota dan aktivis Hizbut Tahrir yang telah mengungkap pemberontakkan sebagai bagian dari peta jangka panjang yang dilakukan India dan juga agen-agennya baik di dalam maupun di luar pemerintah," tegas Mohiuddin Ahmed.

Ungkap Konspirasi India Memecah Tentara Bangladesh

Di dalam selebaran resmi yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir Bangladesh, diungkapkan bahwa rakyat marah dan sedih atas kejadian yang mengejutkan pada tanggal 25-26 Februari di markas tentara Bangladesh, khususnya pembunuhan sadis dan direncanakan terhadap lebih dari 100 orang perwira militer. Menurut selebaran tersebut, pembunuhan secara brutal atas perwira militer yang tidak bersenjata dan keluarganya merupakan suatu kejahatan yang tidak bisa dimaafkan.

Selebaran tersebut juga mengungkapkan bahwa semua kebrutalam itu dilakukan oleh sekolompok agen-agen India. Mereka melakukan mutilasi atas mayat para perwira militer, penyiksaan dan pembunuhan atas para istri mereka dan anak-anaknya termasuk para wanita yang sedang hamil; perkosaan dan pembakaran atas mayat tersebut.

Hizbut Tahrir di Bangladesh juga mengingatkan rakyat Bangladesh atas persekongkolan India untuk melemahkan dan memecah belah angkatan bersenjata Bangladesh. Menurutnya, India dan para agen lokal telah memanfaatkan kesempatan untuk melakukan konspirasi seperti yang mereka lakukan berkali-berkali di masa lalu. Diungkapkan pula bahwa tragedi tersebut memperjelas adanya pemberontakan sebagai bagian dari persekongkolan jangka panjang dan dilakukan India dan para agennya yang berada di dalam maupun di luar pemerintahan.

Gerakan yang vokal menyerukan persatuan kaum Muslim dunia itu mempertanyakan peran misterius pemerintahan Liga Awami yang membiarkan pemberontakan tersebut.

"Mengapa pemerintah mengirimkan para menteri yang tidak berpengalaman dan Perdana Menteri untuk bernegoisasi dengan para pemberontak atas masalah keamanan yang begitu penting yang hanya memastikan keamanan para pemberontak saja? Namun, mereka tidak melakukan apapun untuk melindungi nyawa, harta, dan kehormatan para perwira militer itu beserta keluarga mereka," demikian salah satu isi dari selebaran gerakan tersebut.

Di dalam seruan yang disebarkan ke masyarakat luas tersebut, gerakan Hizbut Tahrir Bangladesh menyerukan kepada masyarakat untuk melawan konspirasi penghancuran tentara Bangladesh dan BDR. Mereka juga mendesak pemerintah setempat untuk bertanggungjawab atas sikap diamnya dan peran misterius dalam konspirasinya itu.

Di akhir seruannya, kembali gerakan yang lahir di Baitul Maqdis, Palestina pada tahun 1953 ini menyeru masyarakat luas untuk bersegera bertindak menegakkan kembali Khilafah yang akan menyatukan rakyat dan memperkuat pertahanan angkatan bersenjata untuk bisa melawan semua negara yang gemar melakukan pembunuhan seperti Amerika, India dan Inggris. [syabab.com]

Selengkapnya...

Video Dokumenter : Masihkah Berharap pada Demokrasi ?,Belajar Dari FIS dan Refah

By den_bagus on 00.54

komentar (0)

Filed Under:

Trully Storry of Refah : masihkah berharap kepada demokrasi?

Trully Storry of FIS : crimes et mensonges d'Etat (Lies and Crimes of State)Bagian 1


Trully Storry of FIS : crimes et mensonges d'Etat (Lies and Crimes of State)Bagian 2


Selengkapnya...

Laporan Dana Kampanye Partai Dinilai Konyol

By den_bagus on 02.56

komentar (0)

Filed Under:

Jakarta-Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti menyatakan laporan awal dana kampanye yang diterima Badan Pengawasan Pemilihan Umum sebagai anekdot yang menggelikan. “Yang lucu, laporan dan nilai iklan tidak sebanding,” katanya Selasa (10/3).
Ia mencontohkan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), yang iklannya sudah muncul sejak beberapa bulan lalu hingga sekarang masih tayang di berbagai media cetak maupun elektronik. Menurut dia, tidak mungkin saldo awal dalam rekening yang dilaporkan ke Badan Pengawasaan Pemilu hanya Rp 15,695 miliar.

Begitu pula dengan Partai Golkar yang akhir-akhir ini gencar beriklan di televisi, rekening saldo awal yang dilaporkan cuma Rp 156.3 juta. “Saldo ini menunjukkan tidak ada niat baik partai untuk membeberkan danan secara benar dan terbuka,” ujar dia.

Menurut Ray, partai yang hanya mencantumkan saldo awal dana kampanye ke Komisi Pemilihan Umum, memang sudah sah secara hukum. Sehingga partai politik peserta pemilu melaporkan sebatas standar yang dibutuhkan KPU. Itupun belum seluruhnya dipenuhi, seperti mencantumkan alamat dan nama penyumbang, berikut besarannya sumbangan.

Padahal, yang dibutuhkan dalam melihat dana kampanye partai adalah untuk apa saja dana itu digunakan. Pemakaian dana itulah yang harus diperinci. Masalahnya, kata Ray, KPU belum memuat aturan mengenai pengelolaan dana kampanye sejak partai tersebut mulai berkampanye. “Partai merasa tidak perlu melaporkan penggunaan dana, karena tidak diminta.”

Pasal 21 ayat 2 Peraturan Komisi Pemilihan Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye disebutkan, laporan sumbangan yang diserahkan tujuh hari sebelum kampanye rapat umum memuat nama dan alamat penyumbang, jumlah sumbangan, dan asal-usul sumbangan.

Aturan itu, menurut Ray, tidak mencantumkan kewajiban untuk melaporkan pengelolaan dana kampanye. Lantaran itu, kata Ray, partai dengan gampang berdalih sudah menyerahkan laporan dana kampanye, tanpa mencantumkan dana yang sudah dikeluarkan sepertu membayar iklan di TV di surat kabar dan lain-lain.

KPU, kata Ray, hanya bisa memaksa untuk menghitung ulang pengeluaran partai politik. “Aturan menyangkut detail pemakaian dana tidak bisa dibuat lagi karena waktunya terlalu mepet dengan jadwal kampanye dan pemilihan,” tuturnya. KPU dinilai akan sia-sia mengorek dana kampanye lantaran tidak bakal memperoleh detail pengeluaran dana partai sejak awal.[md]

Selengkapnya...

Pesta DEMOKRASI bikin GILA

By den_bagus on 17.37

komentar (0)

Filed Under:

Jakarta - Pelaksanaan Pilkada beberapa waktu lalu, menimbulkan tekanan jiwa bagi sebagian kandidat yang tidak terpilih. Dalam Pemilu legislatif 2009, hal serupa juga diprediksi terjadi, bahkan semakin banyak.

"Bisa saja gangguan jiwa terjadi, kalau harapannya terlalu tinggi tapi tidak tercapai," ujar Psikolog Dadang Hawari saat dihubungi detikcom, Minggu (8/3/2009) malam.
Ada beberapa penyebab lain, kata Dadang, yang bisa mengancam kondisi kejiwaan para caleg yang tidak terpilih. Harta yang sudah terkuras habis, lalu janji dari pihak-pihak yang hanya memberikan harapan, bisa menimbulkan kekecewaan mendalam bagi batin sang Caleg.

"Itu gangguannya bisa dari yang paling ringan hingga sampai sakit jiwa," tambahnya.

Selain itu, depresi juga bisa mengancam kesehatan seorang caleg. Dalam beberapa kasus dalam Pilkada lalu, Dadang menemukan caleg yang sakitnya semakin parah usai kalah dalam pemilihan kepala daerah.

"Kasusnya di Jawa Tengah, dia sudah jual semuanya, lalu kalah sampai sakit dan meninggal. Dia juga dijanjikan menang oleh partainya," jelas Dadang.

Dadang mengharapkan, partai politik mampu mengantisipasi hal ini dengan menyiapkan mental para calegnya dalam menghadapi hasil Pemilu. Selain dipersiapkan untuk menang, caleg juga harus siap kalah.

"Kalau dia memang nggak bisa sehat secara rohani, harus segera difikirkan kembali pencalegannya," kata Dadang.[dtk]

Selengkapnya...

Berbanding Lurus ,Potensi Korupsi DPR Karena Politik Biaya Tinggi

By den_bagus on 23.24

komentar (0)

Filed Under:

Jakarta (ANTARA News) - Potensi korupsi di kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) antara lain adalah konsekuensi dari praktek politik biaya tinggi , kata pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia Andrinof Chaniago kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.

"Biaya tinggi itu muncul juga karena dua sebab, yakni sistem rekrutmen dan promosi oleh partai yang tidak berdasarkan kriteria keunggulan dan karena masyarakat dibiasakan dengan iming-iming materi sejak memperkenalkan diri sampai meminta dukungan suara," kata Andrinof.

Ia menilai hal tersebut harus menjadi koreksi bagi parpol dan juga calon anggota legislatif saat memulai kampanye.
Selain karena "politik biaya tinggi", ia juga menilai potensi korupsi yang bisa terjadi di kalangan anggota legislatif adalah akibat keinginan untuk menaikkan status sosial dengan cara yang salah.

"Mereka terjebak nafsu menaikkan status sosial dengan ukuran materi. Mereka meyakini perubahan drastis nilai kekayaan dan gaya hidup adalah ukuran kenaikan status, pemaknaan kenaikan status seperti inilah yang membuat mereka terjebak," paparnya.

Hal ini, dalam pandangan Andrinof harus menjadi pelajaran bagi para Caleg yang kini sedang bertarung untuk pemilihan umum legislatif 9 April mendatang.

Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (4/3) dini hari, menahan anggota DPR Abdul Hadi Djamal karena diduga menerima uang terkait proyek pembangunan dermaga di wilayah timur Indonesia.

KPK juga menahan pegawai Departemen Perhubungan Darmawati dan Komisaris PT Kurnia Jaya Wira Bakti, Hontjo Kurniawan.

Abdul Hadi Djamal menjadi anggota DPR di urutan tujuh yang disangka dan didakwa melakukan tindakan korupsi serta ditahan[ant]

Selengkapnya...

Ribuan Tentara AS Terkena Serangan Sakit Jiwa

By den_bagus on 17.55

komentar (0)

Filed Under:

New York - Data terbaru menunjukkan bahwa sekitar 300 ribu tentara Amerika yang ditugaskan dalam berbagai perang kini mengidap penyakit jiwa. Surat kabar New York Times kemarin (Selasa, 03/03) dalam laporannya menulis,

berdasarkan data Institute Rand, sekitar 320 ribu tentara Amerika mengalami masalah di otaknya. New York Times lantas mengkritik pemerintah Amerika yang tidak memiliki program di Irak dan Afganistan yang berpangruh pada kondisi ekonomi negara dan menulis, krisis ekonomi Amerika dan bangkrutnya bank-bank negara ini menyebabkan rakyat harus menurunkan tingkat kualitas kehidupan mereka, sementara Amerika masih asik membiayai miliaran dolar untuk perang Afganistan dan Irak.

Sekitar 300 ribu tentara Amerika Serikat (AS) yang kembali dari Irak dan Afghanistan, menderita gejala kelainan stres pasca-traumatik atau depresi, dan setengah dari mereka tidak mendapat perawatan, ungkap suatu studi independen, Kamis. Penelitian oleh RAND Corp. itu juga memperkirakan bahwa 320 ribu tentara lainnya kemungkinan mengalami cedera otak traumatik saat bertugas.

Para peneliti itu tidak bisa menyebutkan jumlah kasus yang parah atau yang perlu mendapat perawatan. Studi yang diumumkan sebagai survai berskala besar pertama non-pemerintah untuk masalah tersebut, mendapati bahwa kelainan stres dan depresi terdapat pada 18,5 persen dari 1,5 juta AS lebih tentara AS yang dikirim ke dua medan perang tersebut.

Angka tersebut kira-kira sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Suatu penilaian yang dilakukan pada bulan Februari oleh Angkatan Darat AS memperlihatkan bahwa pada tahun 2007, sebanyak 17,9 persen pasukan mereka di Irak dan Afghanistan menderita stres akut, depresi atau kegelisahan. Pada tahun 2006 jumlah tentara yang mengalami gejala tersebut mencapai 19,1 persen.

Hasil studi setebal 500 halaman dari RAND menyebutkan bahwa hanya setengah dari tentara tersebut mendapatkan perawatan, itupun lima puluh persennya hanya mendapatkan perawatan yang "memadai secara minimal". Studi tersebut disusun berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada lebih dari 1.900 tentara angkatan darat, pelaut dan Korps Marinir.

"Ada krisis besar yang dihadapi personel-personel yang sudah membaktikan diri mereka di Irak dan Afghanistan," kata Terri Tanielian, peneliti dari RAND yang juga salah satu pemimpin studi tersebut. "Mereka harus mendapatkan perawatan yang memadai dan efektif untuk masalah-masalah mental tersebut, jika tidak, akan ada akibat jangka panjang bagi mereka maupun bagi bangsa ini."

Studi itu menyebutkan bahwa banyak personel tidak berusaha mendapatkan perawatan karena khawatir stigma yang diasosiasikan dengan masalah psikologi dapat membahayakan karier mereka. Kelainan stres pasca-traumatik atau PSTD, dapat disebabkan dari trauma saat berperang, seperti mengalami luka atau menyaksikan orang yang terluka.

Gejalanya antara lain sifat lekas marah atau kemarahan yang meledak, sulit tidur, susah konsentrasi, waspada secara berlebihan dan respon berlebih atas keterkejutan.RAND menganjurkan agar Pentagon (markas besar angkatan bersenjata AS) membuka jalan bagi para personel untuk mendapatkan perawatan kesehatan mental secara rahasia dan memantau mutu perawatan tersebut.

Kolonel (AD) Loree Sutton, direktur U.S. Defense Center of Excellence for Psychological Health and Traumatic Brain
Injury, menyambut baik hasil studi tersebut. Dia prihatin bahwa ternyata hanya sekitar setengah dari mereka yang mencari perawatan, mendapatkan perawatan "memadai secara minimal". Sutton mengatakan dirinya akan memacu militer untuk berusaha lebih keras merekrut tambahan spesialis perawatan kesehatan jiwa.

Angkatan Darat AS akan mempekerjakan 275 profesional kesehatan mental dari kalangan sipil namun rencana itu terkendala oleh ketatnya pasar kerja serta kesulitan mendapatkan sipil yang bersedia bekerja di medan tempur. RAND, organisasi swasta tersebut, memperkirakan bahwa stres dan depresi pada para tentara yang pulang telah menghabiskan dana 6,2 miliar dolar selama dua tahun sejak penugasan mereka selesai. Dana tersebut dihitung berdasarkan hilangnya produktivitas, biaya pengobatan dan risiko bunuh yang lebih tinggi untuk bunuh diri.[sm]

Selengkapnya...

Mimpi Sejahtera Dalam Demokrasi ; Demokrasi Tinggalkan, Khilafah Tegakkan!

By den_bagus on 21.02

komentar (0)

Filed Under:

Pemilu 2009 tinggal sebulan lagi. Masyarakat cukup dikagetkan dengan berjibunnya orang yang berminat untuk menjadi “caleg” (calon legislator) dari sebanyak 44 partai, ditambah 6 partai lokal. Semua orang bisa melihat gambar, iklan di media cetak/elektronik serta foto-foto pada selebaran, spanduk dan baliho yang bertebaran dengan berbagai pose dan gaya bak foto model. Semua itu lalu dibumbui dengan pujian terhadap diri sendiri/partainya. Tidak ketinggalan, janji-janji manis menjadi bumbu penyedap untuk memikat rakyat.

Semua ini tentu ganjil sekaligus memprihatinkan. Pasalnya, “Sistem rekrutmen partai itu sama seperti rekrutmen Depnaker. Sepertinya begitu mudah jadi caleg. Ada partai yang malah bikin iklan, rekrutmen terbuka, siapa yang mau jadi caleg boleh mendaftar. Ini kan sama saja kayak rekrutmen TKW yang mau dikirim ke Timur Tengah,” demikian komentar Budayawan Betawi, Ridwan Saidi, dalam diskusi bertema, “Kualitas Caleg”, di Jakarta, Sabtu (28/2).
Layakkah Mereka?

Sulit menjawabnya. Pasalnya, banyak partai saat ini lebih condong menjadi “broker politik”, terutama bagi para caleg. Apalagi sistem demokrasi memberikan lahan luas bagi berdirinya partai politik apapun warnanya selama prinsip dasarnya adalah menyokong tegaknya sistem tersebut. Kenyataannya, kebanyakan partai berdiri di atas ideologi yang kabur; tujuannya tidak jelas, ide-ide dan konsep-konsepnya samar; metode perjuangannya pun sering pragmatis.

Dari sisi ideologi, kebanyakan partai saat ini berideologi sekular. Artinya, sejak awal partai-partai ini telah membuang agama (baca: Islam) yang seharusnya dijadikan dasar perjuangannya. Partai-partai ini, berikut para calegnya, jika meraih kemenangan dalam Pemilu dan berhasil menduduki kekuasaan, tentu tidak akan pernah menerapkan syariah Islam/hukum-hukum Allah. Mereka hanya akan menerapkan dan memperkokoh berlakunya hukum-hukum sekular yang jauh dari nilai-nilai islami. Padahal harus diakui, justru sekularisme inilah yang selama puluhan tahun menjadi sumber masalah/krisis yang melanda bangsa dan negeri ini, hingga hari ini.

Di sisi lain, memang ada sejumlah partai Islam. Namun, akhir-akhir ini, terutama setelah bergulirnya reformasi yang ditandai dengan semakin liberal (bebas)-nya kehidupan berbangsa dan bernegara, kebanyakan partai Islam mulai luntur basis ideologinya. Partai-partai Islam semakin pragmatis dan tidak setia lagi pada ideologi yang sejak semula menjadi dasar perjuangannya. Singkatnya, kebanyakan partai Islam saat ini sudah terperangkap dalam pusaran arus liberalisasi, terutama liberalisasi ideologi dan politik. Akibatnya, kebanyakan partai Islam pun sudah tidak memandang penting lagi menyuarakan perlunya penerapan syariah Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Yang ada dalam benak mereka hanyalah bagaimana meraih suara sebanyak-banyaknya dalam Pemilu, tidak peduli meski harus dengan mengorbankan prinsip-prinsip perjuangan Islam. Bahkan bagi sebagian mereka, berkoalisi dengan partai sekular atau partai Kristen sekalipun tidak masalah selama hal itu bisa mengantarkan mereka menduduki kursi kekuasaan.

Di sisi lain, selama ini baik partai-partai sekular maupun partai-partai Islam tidak memiliki ide-ide dan konsep-konsep yang jelas untuk menyelesaikan seluruh persoalan yang sedang dialami bangsa ini, misalnya dalam mengatasi krisis ekonomi. Sampai hari ini, tidak ada satu partai pun yang secara rinci dan jelas memiliki konsep untuk mengatasi kemiskinan, pengangguran, pendidikan yang semakin mahal, perampokan kekayaan alam oleh pihak asing dll. Yang ada baru sebatas slogan, sementara konsep dan langkah nyatanya seperti apa tidak jelas.

Lebih dari itu, kebanyakan partai, termasuk partai Islam, hanya bertumpu pada figur/ketokohan bahkan pada individu-individu yang hanya bermodalkan semangat akan perubahan, bahkan mungkin cuma bermodalkan uang dan popularitas.

Dengan kondisi seperti itu, haruskah rakyat berharap banyak kepada partai-partai yang ada dan para calegnya, sementara mereka pasti tidak akan mampu menyelesaikan persoalan besar yang melilit bangsa ini? Faktanya, sudah 9 kali Pemilu digelar, persoalan bangsa semakin rumit, dan rakyat hanya dijadikan obyek eksploitasi elit-elit politik.
Kedaulatan Rakyat?

Dalam demokrasi dikenal slogan, “Vox populi vox dei (Suara rakyat adalah suara tuhan).” Karena itulah, inti demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Artinya, dalam sistem demokrasi, rakyatlah yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan. Dalam bahasa Abraham Lincoln, demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Namun demikian, semua klaim di atas hanyalah omong-kosong. Faktanya, di Indonesia sendiri, yang selama ini berdaulat (berkuasa penuh) bukanlah rakyat, tetapi para elit (sekelompok kecil) wakil rakyat, termasuk elit (sekelompok kecil) penguasa dan pengusaha. Mengapa bisa begitu?

Pasalnya, Pemilu dalam demokrasi menjadikan suara terbanyak sebagai ukuran, sementara banyaknya perolehan suara bergantung pada tingkat popularitas partai dan para calegnya. Dalam sistem semacam ini, tentu ketergantungan partai maupun para caleg terhadap kebutuhan modal (uang) sangatlah besar, yaitu untuk mendongkrak popularitas partai maupun para calegnya. Karena itu, tidak aneh jika partai dan para calegnya membutuhkan dana ratusan juta hingga ratusan miliar rupiah hanya untuk menjaring suara sebanyak-banyaknya dalam Pemilu. Dari mana dananya, sementara kebanyakan partai dan para caleg tidak memiliki dana dalam jumlah besar. Dari sinilah keberadaan pengusaha/para pemilik modal menjadi sangat penting bagi partai/para caleg.

Di sisi lain, para pengusaha/pemilik modal pun memiliki kepentingan untuk mengamankan bisnisnya. Dalam kondisi demikian, gayung bersambut. Partai dan para caleg akhirnya bekerjasama sekaligus membuat semacam ‘kontrak politik’ yang saling menguntungkan dengan para pengusaha/pemilik modal. Celakanya, sering terjadi, dana dalam jumlah besar itu justru hanya dimiliki oleh pihak asing. Lalu mengucurlah dana dari mereka kepada partai-partai/para caleg yang diperkirakan bakal meraih suara cukup banyak. Akibatnya, keterlibatan asing dalam ‘money politic’ untuk menyokong partai atau para caleg tertentu sering terjadi, tentu tidak secara terbuka dan terang-terangan. Kenyataan ini—meski sulit dibuktikan—sering terjadi setiap menjelang Pemilu dan sudah banyak diungkap oleh sejumlah kalangan.

Akhirnya, bisa diduga, saat partai/para caleg yang disokong para pengusaha/pemilik modal—khususnya pihak asing—itu berhasil duduk di DPR atau menduduki kursi kekuasaan, politik ‘balas budi’ pun terjadi. Bahkan para penguasa/pemilik modal dan pihak asing kemudian bisa mendikte penguasa dan DPR. Pada akhirnya, yang berdaulat bukanlah rakyat, tetapi para pengusaha/para pemilik modal dan pihak asing tersebut. Karena itulah, wajar jika kemudian penguasa/DPR akan membuat kebijakan dan UU yang selaras dengan kepentingan mereka, bukan demi kepentingan rakyat yang telah memilihnya. Lahirnya UU SDA, UU Migas, UU Penanaman Modal, UU BHP, UU Minerba dll jelas harus dibaca dari sisi ini. Pasalnya, semua UU tersebut jelas-jelas ditujukan hanya demi melayani kepentingan pengusaha/pemilik modal, termasuk pihak asing, bukan untuk melayani kepentingan rakyat. Rakyat pada akhirnya hanya menjadi obyek pesakitan seraya terus memendam impian perubahan, yang entah kapan bisa terwujud.
Suara Mayoritas?

Dalam demokrasi, suara mayoritas selalu menjadi ukuran. Pasalnya, masyarakat tidak mungkin semuanya duduk di pemerintahan. Karena itu, wajar jika muncul konsep perwakilan rakyat. Dalam demokrasi, wajar pula jika kemudian konsep suara mayoritas diterapkan untuk mewujudkan keterwakilan rakyat di DPR/pemerintahan. Namun masalahnya, betulkah suara mayoritas wakil rakyat di DPR/di pemerintahan benar-benar mencerminkan suara mayoritas rakyat? Tentu tidak! Sebab, pada kenyataannya suara rakyat telah beralih menjadi suara mereka sendiri secara individual. Bukankah para ”wakil rakyat” tersebut tidak pernah meminta pendapat rakyat yang diwakilinya? Lebih dari itu, pada kenyataannya banyak suara wakil rakyat tersebut sudah ‘terbeli’ oleh kekuatan modal para pengusaha dan pihak asing, sebagaimana telah dijelaskan di awal.

Yang lebih penting untuk dipersoalkan, apakah ‘suara mayoritas’ itu pasti benar? Tentu tidak! Di dalam banyak ayat-Nya, Allah Yang Mahatahu justru menyatakan sebaliknya dan bahkan mencelanya. Allah SWT, misalnya secara tegas berfirman:

]وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي اْلأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ[
Jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah (QS al-An’am [6]: 116).

Ungkapan senada juga bisa kita temukan di dalam banyak ayat-Nya yang lain (Lihat: QS 2: 100; 6: 37, 111; 7: 17, 102, 131; 8: 32; 10: 36, 55, 60; 12: 106; 16: 75, 101; 21: 24; 25: 44; 26: 8, 67; dll).
Walhasil, suara mayoritas bukanlah penentu kebenaran. Sebuah kebenaran hanya ditentukan oleh kesesuaiannya dengan hukum-hukum Allah, yang berdasarkan dalil syariah yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah.
Tinggalkan Demokrasi!

Sesungguhnya demokrasi bukanlah solusi. Ia justru menjadi sumber masalah. Sebab, sejak awal demokrasi telah memposisikan kedaulatan Allah SWT di bawah kedaulatan rakyat (manusia). Itulah pangkal masalahnya.

Selain itu, demokrasi sesungguhnya tidak menjanjikan apapun; tidak kemakmuran, kesejahteraan ataupun keadilan. Demokrasi hanya menjanjikan harapan semu yang selamanya tidak pernah mewujud menjadi kenyataan. Buktinya, sudah sekian puluh tahun demokrasi diterapkan di negeri ini, dan sudah sekian kali pemilu dalam sistem ini digelar, namun hasilnya hanyalah keburukan demi keburukan.

Dalam hal ini, seorang Muslim yang cerdas sejatinya tidak terjerembab ke dalam lubang yang sama dua kali, apalagi berkali-kali. Rasulullah saw. bersabda:

«لاَ يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ»
Seorang Mukmin tidak seharusnya terperosok ke dalam lubang yang sama dua kali (HR al-Bukhari dan Muslim).

Karena itu, janganlah kita sampai terjerembab ke dalam ‘lubang demokrasi’ untuk ke sekian kalinya. Marilah kita berlepas diri dari sistem demokrasi. Marilah kita bersegera untuk menegakkan sistem pemerintahan Islam, yakni sistem Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah, yang akan menerapkan syariah Allah SWT secara total dalam seluruh aspek kehidupan. Hanya dengan itulah kita semua akan dapat meraih kemuliaan di dunia dan akhirat, sekaligus mendapatkan keridhaan dari Allah SWT. Wallâh a’lam. [al-islam]

Selengkapnya...

Anggota Dewan Suka Bolos, Anggota sama Fraksi sama saja

By den_bagus on 21.57

komentar (0)

Filed Under:

Jakarta - Sering bolosnya anggota DPR di sidang paripurna tak lepas dari peran fraksi. Ketua BK DPR Irsyad Sudiro mengatakan ada peran fraksi dalam ketidakhadiran anggota DPR dalam sidang-sidang paripurna dan sidang komisi masing-masing anggota.

"Fraksi mengizinkan tidak hadir fisik asal ada izin," ujar Irsyad sebelum mengikuti sidang paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (2/3/3009).

Dikatakan Irsyad, soal absensi sebenarnya sudah ditegaskan dalam tatib DPR, bahwa setiap anggota wajib hadir dalam sidang paripurna dan sidang-sidang di mana ia menjadi anggota di suatu komisi.

Hanya saja, lanjut politisi Golkar ini, dalam tatib DPR itu membuka celah bagi fraksi untuk mengizinkan anggota fraksinya untuk tidak hadir. Anggota DPR bisa saja tidak hadir asalkan mengantongi izin dari fraksinya. "Sebab izin (fraksi) itu itu kalau dalam hitungan termasuk hadir," jelasnya.

BK DPR pun diakui Irsyad tidak bisa berbuat banyak menghadapi sering bolosnya anggota DPR. Menurut Irsyad, BK hanya bisa sebatas mengingatakan saja, "Tapi kita akan berhadapan dengan pembelaan fraksi," jelasnya lagi.

Untuk itu Irsyad berharap pemahaman dan komitmen fraksi untuk menertibkan
kehadiran masing-masing anggotanya agar tidak sering bolos. Irsyad juga mengusulkan ada perbaikan dalam tatib DPR, UU Susduk, juga kode etik anggota[dtk]

Selengkapnya...

Tidak Logis Antara Biaya Kampanye dengan Gaji Pejabat >>Pemilu Mesin Uang, Berat di Ongkos Tapi Menggiurkan, Kenapa?

By den_bagus on 01.18

komentar (0)

Filed Under:

Daftar Gaji Presiden, Ketua DPR, Menteri, Gubernur dan
Bupati
Muhammad Nur Hayid - detikcom
Jakarta - Daftar penghasilan pejabat negara per bulan,
yang dikeluarkan kepala bagian anggaran keuangan
tertanggal 28 Januari 2005.

Presiden:
Gaji pokok Rp 30.240.000
Tunjangan jabatan Rp 32.500.000
Total Rp 62.740.000.

Wakil Presiden:
Gaji Pokok Rp 20.160.000
Tunjangan jabatan Rp 22.000.000
Total Rp 42.160.000



Ketua DPR:
Gaji pokok Rp 5.040.000
Tunjangan jabatan Rp 18.900.000
Uang paket Rp 2.000.000
Komunikasi Intensif Rp 4.968.000
Total Rp 30.908.000

Ketua Mahkamah Agung (MA):
Gaji pokok Rp 5.040.000
Tunjangan jabatan Rp 18.900.000
Uang paket Rp 450.000
Total Rp 24.390.000

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK):
Gaji pokok Rp 5.040.000
Tunjangan jabatan Rp 18.900.000
Total Rp 23.940.000

Wakil Ketua DPR:
Gaji pokok Rp 4.620.000
Tunjangan jabatan Rp 15.600.000
Uang paket Rp 2.000.000
Komunikasi Intensif Rp 4.554.000
Total Rp 26.774.000

Wakil Ketua MA:
Gaji pokok Rp 4.620.000
Tunjangan jabatan Rp 15.600.000
Uang paket Rp 450.0000
Total Rp 20.670.000

Wakil Ketua BPK:
Gaji pokok Rp 4.620.000
Tunjangan jabatan Rp 15.600.000
Total Rp 20.220.000

Ketua Muda MA:
Gaji pokok Rp 4.410.000
Tunjangan jabatan Rp 10.100.000
Uang paket Rp 450.000
Total Rp 14.960.000

Anggota DPR sebagai Ketua Komisi atau Badan:
Gaji pokok Rp 4.200.000
Tunjangan jabatan Rp 9.700.000
Uang paket Rp 2.000.000
Tunjangan kehormatan Rp 4.460.000
Komunikasi Intensif Rp 4.140.000
Bantuan listrik Rp 4.000.000
Total Rp 28.500.000

Anggota DPR sebagai Wakil Ketua Komisi atau Badan:
Gaji pokok Rp 4.200.000
Tunjangan jabatan Rp 9.700.000
Uang paket Rp 2.000.000
Tunjangan kehormatan Rp 4.300.000
Komunikasi Intensif Rp 4.410.000
Bantuan listrik Rp 4.000.000
Total Rp 28.340.000

Anggota DPR sebagai Anggota Komisi atau Badan:
Gaji pokok Rp 4.200.000
Tunjangan jabatan Rp 9.700.000
Uang paket Rp 2.000.000
Tunjangan kehormatan Rp 3.720.000
Komunikasi Intensif Rp 4.410.000
Bantuan listrik Rp 4.000.000
Total Rp 27.760.000

Anggota MA:
Gaji pokok Rp 4.200.000
Tunjangan jabatan Rp 9.700.000
Uang paket Rp 450.000
Total Rp 14.350.000

Anggota BPK
Gaji pokok Rp 4.200.000
Tunjangan jabatan Rp 9.700.000
Total Rp 13.900.000

Menteri Negara, Jaksa Agung, Panglima TNI dan pejabat
lain yang setingkat atau disetarakan dengan Menteri
Keuangan:
Gaji pokok Rp 5.040.000
Tunjangan jabatan Rp 13.608.000
Total Rp 18.648.000

Kepala Daerah Provinsi:
Gaji pokok Rp 3.000.000
Tunjangan jabatan Rp 5.400.000
Total Rp 8.400.000

Wakil Kepala Daerah Provinsi:
Gaji pokok Rp 2.400.000
Tunjangan jabatan Rp 4.320.000
Total Rp 6.720.000

Kepala Daerah Kabupaten/kota:
Tunjangan pokok Rp 2.100.000
Tunjangan jabatan Rp 3.780.000
Total Rp 5.880.000

Wakil Kepala Daerah
Gaji pokok Rp 1.800.000
Tunjangan jabatan Rp 3.240.000
Total Rp 5.040.000

Daftar ini dikeluarkan Kepala Bagian Anggaran
Departemen Keuangan Wahyu Prameswari, ditandatangi
pada tangagl 28 januari 2005 sebelum disesuaikan
dengan anggaran kenaikan APBN 2006. (ism)

Sumber :
http://jkt.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/10/tgl/29/time/72937/idnews/471295/idkanal/10

Inilah Tunjangan Anggota DPR
Muhammad Nur Hayid - detikcom
Jakarta - Inilah daftar tunjangan yang diterima
anggota DPR per bulan. Data ini dikeluarkan oleh
bagian anggaran tertanggal 22 februari 2005.

Fasilitas anggota DPR RI, 2004-2009:

A. Gaji pokok dan tunjangan
1. Rp 4.200.000/bulan
2. tunjangan
a. Jabatan Rp 9.700.000/ bulan
b. Uang paket Rp 2000.000/bulan
c. Beras Rp 30.090/jiwa/bulan
d. Keluarga:
suami/istri (10% X Gaji pokok Rp 420.000/bln)
anak (25 X Gaji pokok Rp 84.000/jiwa/bulan)
e. Khusus pph, pasal 21 Rp 2.699.813

B.penerimaan lain-lain
1. Tunjangan kehormatan Rp 3.720.000/bulan
2. Komunikasi intensif Rp 4.140.000/bulan
3. Bantuan langganan listrik dan telepon Rp 4.000.000
4. Pansus Rp 2.000.000/undang-undang per paket
5. Asisten anggota (1 orang Rp 2.250.000/bulan)
6. Fasilitas kredit mobil Rp 70.000.000/orang/per
periode

C.Biaya perjalanan
1. Piket pulang pergi sesuai daerah tujuan
masing-masing
2. Uang harian:
a. Daerah tingkat I Rp 500.000/hari
b. Derah tingkat II Rp 400.000/hari
3. Uang representasi:
a. Daerah Tingkat I Rp 400.000
b. Daerah Tingkat II Rp 300.000
(keterangan: lamanya perjalanan sesuai program kerja,
dan sebanyak-banyaknya 7 hari untuk kunjungan kerja
per orangan, dan 5 hari untuk kunjungan kerja tim
komisi/gabungan komisi)

D. Rumah jabatan
1. Anggaran pemeliharaan
- RJA Kalibata, Jakarta Selatan Rp
3.000.000/rumah/tahun
- RJA Ulujami, Jakarta Barat Rp 5.000.000/rumah/tahun
2. Perlengkapan rumah lengkap

E. Perawatan kesehatan uang duka dan biaya pemakaman
1. Biaya pengobatan (oleh PT Askes)
- Anggota DPR, suami/anak kandung/istri dan atau anak
angkat dari anggota
yang bersangkutan.
- Jangkauan pelayanan nasional:
> Di provider diseluruh Indonesia yang ditunjuk
termasuk provider ekslusif untuk rawat jalan dan rawat
inap.

2. Uang duka : -wafat (3 bulan X gaji)
-tewas (6 bulan x gaji)
3. Biaya pemakaman Rp 1.050.000/orang

F. Pensiunan
1. Uang pensiun (60% x gaji poko) Rp 2.520.000/bulan
2. Tunjangan beras Rp 30.090/jiwa/bulan (ism)

Sumber :
http://jkt.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/10/tgl/29

[http://fantasticdreams5.wordpress.com]

Selengkapnya...

 Blog Terbaik News & Journalism - Top Blogs Philippines Malaysian Topsites - TopMalaysia.OrG Journalist Blogs - Blog Catalog Blog Directory Indonesian Muslim Blogger