Harapan Umat Kepada Nahdlatul Ulama (NU)

By den_bagus on 23.12

Filed Under:


Umumnya, pertahanan yang didasarkan kepada keyakinan agama akan sangat kuat, karena menurut ajaran Islam orang hanya boleh mengorbankan jiwanya untuk ideologi agama.” (KH. A. Wahid Hasyim)

Salah satu organisasi massa terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), baru saja melaksanakan Muktamar Nasional yang ke-32 . Hasilnya, KH Sahal Mahfudz terpilih kembali sebagai Rais Aam PBNU 2010-2015. Sedangkan Ketua Umum PBNU terpilih Prof Dr Said Agil Siradj. Seperti biasa Muktamar NU selalu mendapat perhatian berbagai pihak, baik dalam negeri maupun luar negeri. Kehadiran Presiden SBY membuka Muktamar kali ini menunjukkan posisi penting NU secara politik. Bisa dimengerti kalau berbagai kekuatan politik, baik langsung atau tidak bermain setiap kali muktamar.NU pun tidak lepas dari perhatian kekuatan asing. Sebagai organisasi massa keagamaan terbesar di Indonesia, sikap NU dan massanya tentu sangat berpengaruh terhadap kondisi perpolitikan maupun kenegaraan Indonesia. Corak Islam Indonesia pun sering disandarkan kepada pemikiran NU. Suara yang mengatasnamakan NU-pun menjadi sangat penting untuk dijadikan alat legitimasi berbagai kepentingan. Tentu saja mereka ingin memastikan garis pemikiran maupun kebijakan NU tidak bertentangan dengan kepentingan-kepentingan mereka.

Tidak heran upaya keras untuk meliberalkan NU sangat tampak, lewat infiltrasi pemikiran maupun lewat orang-orang tertentu yang dikenal dibina oleh Barat. Kelompok liberal ini-yang bukan mustahil melakukan infiltrasi ke tubuh NU-berusaha keras untuk menghalangi penegakan syariah Islam secara kaffah (menyeluruh) . Mereka menginginkan Indonesia menjadi negara sekuler yang berpaham liberal dan pluralisme. Hal-hal yang jelas melenceng dari garis pemikiran utama NU seperti dalam Anggaran Dasar NU Pasal 2 ayat 2 tentang tujuan berdirinya NU disebutkan: “Menegakkan Syari’at Islam menurut haluan Ahlussunnah wal Jamaah”.

Sikap istiqomah dari NU menjadi sangat penting agar tidak menjadi alat kekuatan politik asing untuk menghancurkan umat Islam dan mengokohkan kepentingan penjajahan asing di Indonesia. Bukankah NU tidak bisa dipisahkan dari perjuangan melawan penjajahan? Bukan tidak mungkin NU digunakan oleh kekuatan-kekuatan asing justru untuk menghancurkan dan menghalangi perjuangan penegakan syariah Islam yang mengancam penjajahan asing .Karena itu, umat sangat berharap ada sikap tegas dari NU untuk menolak segala bentuk pemikiran sepilis (sekulerisme-pluralisme-liberalisme) yang akan menghancurkan umat dan bangsa ini.

Tentu saja kuncinya, NU harus tetap berpegang tegung pada posisi keulamaannya yang sangat mulia. Para ulama adalah pewaris para nabi. Kita tahu tugas utama para nabi termasuk Rasulullah SAW adalah untuk menegakkan tauhid dan hukum -hukum Allah SWT (syariah Islam). Hal yang sama tentu menjadi tugas para ulama saat ini .

Peran, tugas, fungsi, dan tanggung jawab para ulama dalam upaya membangkitkan umat menuju tegaknya kembali izzul Islam wal muslimin sangatlah besar. Untuk membangkitkan umat adalah penting bagi kita semua untuk menyadari bahwa seluruh problem berbagai bidang yang dihadapi umat sekarang, berpangkal pada tidak adanya kehidupan Islam di mana di dalamnya diterapkan syariah di bawah kepemimpinan seorang khalifah yang dapat melindungi umat dari berbagai serangan dan gangguan.

Pentingnya menjadikan syariah Islam sebagai dasar negara ini dengan gamblang dinyatakan oleh KH A.Wahid Hasyim ,salah satu tokoh NU yang terkemuka “Kalau presiden adalah seorang Muslim, maka peraturan- peraturan akan mempunyai ciri Islam dan hal itu akan besar pengaruhnya. Tentang Islam sebagai agama negara, hal ini akan penting artinya bagai pertahanan negara. Umumnya, pertahanan yang didasarkan kepada keyakinan agama akan sangat kuat, karena menurut ajaran Islam orang hanya boleh mengorbankan jiwanya untuk ideologi agama.”, tegas KH. A. Wahid Hasyim (BJ. Boland, “Pergumulan Islam di Indonesia” (1985)

Dalam perjuangan ini ulama sebagai pewaris para nabi (waratsatul anbiya) yang memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam meneruskan risalah nabiyullah Muhammad SAW, semestinya mengambil peran aktif dalam membimbing dan mengarahkan umat hingga cita-cita perjuangan tersebut benar-benar dapat diujudkan. Adalah besar harapan umat kepada ulama-ulama yang ada di NU untuk bersama-sama umat siap menjadi garda terdepan dalam perjuangan menegakkan syariah dan khilafah serta membela para pejuangnya.

Sesungguhnya, kedudukan para ulama dalam Islam merupakan kedudukan yang agung. Sungguh, al-Qur’an telah memuji ulama dengan mengatakan: “Yang takut kepada Allah dari para hamba-Nya itu hanyalah para ulama” (TQS. Fâthir [35] : 28). Para ulama merupakan pewaris para nabi, dimana di pundak mereka ada tanggung jawab mengemban risalah Islam kepada semua manusia; mengoreksi para penguasa; melakukan amar makruf nahi munkar; dan mendampingi tentara melakukan penaklukan (futuhat) .Dan demikianlah keberadaan ulama salaf (ulama generasi awal). Mereka menolak untuk berdiri-apalagi mengemis-di depan pintu penguasa. Akan tetapi, para penguasalah yang mendatangi para ulama untuk meminta nasihat dan mengambil pendapatnya.

Nasehat Imam al-Ghazali (Ihya ‘Ulumuddin, juz 7, hal. 92). penting untuk kita perhatikan: “Dulu tradisi para ulama mengoreksi dan menjaga penguasa untuk menerapkan hukum Allah SWT. Mereka mengikhlaskan niat. Pernyataannya pun membekas di hati. Namun, sekarang terdapat penguasa yang zhalim namun para ulama hanya diam. Andaikan mereka bicara, pernyataannya berbeda dengan perbuatannya sehingga tidak mencapai keberhasilan. Kerusakan masyarakat itu akibat kerusakan penguasa, dan kerusakan penguasa akibat kerusakan ulama. Adapun kerusakan ulama akibat digenggam cinta harta dan jabatan. Siapapun yang digenggam cinta dunia niscaya tidak akan mampu menguasai kerikilnya, apalagi untuk mengingatkan para penguasa dan para pembesar” (Farid Wadjdi)

NU : Perlawanan Terhadap Penjajah, Perjuangan Syariah dan Khilafah

Ada dua hal yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah NU perlawanan terhadap penjajahan, perjuangan syariah dan khilafah. Nahdlatoel Oelama lahir pada 31 Januari 1926 M./16 Rajab 1344 H. di Surabaya yang dipimpin oleh Rais Akbar Choedratoes Sjech KH. Hasjim Asj’ari. Nama Nahdlatoel Oelama merupakan kelanjutan dari nama gerakan dan nama sekolah yang pernah didirikan Nahdlatoel Wathan pada 1335 H./1916 M. di Surabaya.

Kehadiran Nahdlatoel Oelama pada periode Kebangkitan Kesadaran Nasional Indonesia mempunyai kesamaan dengan organisasi Islam yang sezaman. NU berjuang ingin menegakkan kembali kedaulatan umat Islam sebagai mayoritas. NU ingin pula menegakkan syari’ah Islam. Kebangkitan Nahdlatoel Oelama merupakan jawaban terhadap Politik Kristenisasi penjajah pemerintah kolonial Belanda yang berusaha menegakkan Hukum Barat.

Tantangan imperialis Barat, dengan Politik Kristenisasi dan upaya memberlakukan Hukum Barat, menjadikan seluruh organisasi Islam, Sjarikat Dagang Islam, Sjarikat Islam, Persjarikatan Moehammadijah, Persjarikatan Oelama, Persatoean Oemat Islam, Matla’oel Anwar, Persatoean Islam, Nahdlatoel Oelama, Perti, Al-Waslijah, serta Djamiat Choir dan Al-Irsjad, berjuang menuntut Indonesia Merdeka dan menegakkan Syariah Islam.(Ahmad Mansur Suryanegara, 2009. Api Sejarah)

Perjuangan NU juga tidak bisa dilepaskan dari cita-cita besar menjadikan Islam sebagai agama negara , menjadi dasar negara , menuju sebuah negara Islam . KH Wahid Hasyim memang memanfaatkan rancangan Pembukaan yang diusulkan tersebut sebagai suatu titik tolak untuk pengaturan lebih lanjut menuju suatu negara Islam. “Kalau presiden adalah seorang Muslim, maka peraturan- peraturan akan mempunyai ciri Islam dan hal itu akan besar pengaruhnya. Tentang Islam sebagai agama negara, hal ini akan penting artinya bagai pertahanan negara. Umumnya, pertahanan yang didasarkan kepada keyakinan agama akan sangat kuat, karena menurut ajaran Islam orang hanya boleh mengorbankan jiwanya untuk ideologi agama.”, tegas KH. A. Wahid Hasyim, salah seorang tokoh NU terkemuka (BJ. Boland, “Pergumulan Islam di Indonesia” (1985)

Dalam peran internasionalnya NU juga tidak bisa dipisahkan dari perjuangan penegakan Khilafah yang menjadi agenda penting umat Islam saat itu. Sebagai respon terhadap keruntuhan khilafah sebuah komite didirikan di Surabaya pada tanggal 4 Oktober 1924 diketuai oleh Wondosoedirdjo (kemudian dikenal sebagai Wondoamiseno) dari Sarekat Islam dan wakil ketua KHA. Wahab Hasbullah(salah satu pendiri NU). Tujuannya untuk membahas undangan kongres khilafah di Kairo

Pertemuan ini ditindaklanjuti dengan menyelenggarakan Kongres Al-Islam Hindia III di Surabaya pada tanggal 24-27 Desember 1924, Keputusan penting kongres ini adalah melibatkan diri dalam pergerakan khilafah dan mengirimkan utusan yang harus dianggap sebagai wakil umat Islam Indonesia ke kongres dunia Islam. Kongres ini memutuskan untuk mengirim sebuah delegasi ke Kairo yang terdiri dari Suryopranoto (SI), Haji Fakhruddin (Muhammadiyah) dan KHA. Wahab dari kalangan tradisi .

Karena ada perbedaan pendapat dengan kalangan Muhammadiyah, KHA. Wahab dan 3 penyokongnya mengadakan rapat dengan kalangan ulama senior dari Surabaya, Semarang, Pasuruan, Lasem, dan Pati. Mereka sempat mendirikan Komite Merembuk Hijaz. Komite ini dibangun dengan 2 maksud, yakni mengimbangi Komite Khilafat yang secara berangsur-angsur jatuh ke kalangan pembaharu, dan menyerukan kepada Ibnu Sa’ud], penguasa baru di Arab Saudi agar kebiasaan beragama yang benar dapat diteruskan . Komite inilah yang diubah namanya menjadi Nahdlatul Ulama pada suatu rapat di Surabaya tanggal 31 Januari 1926. Rapat ini tetap menempatkan masalah Hijaz sebagai persoalan utama.( Bandera Islam, 16 Oktober 1924 ; Noer, Deliar (3 Maret 1973). Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. LP3ES) (Salman Iskandar,Mediaumat.com )

0 komentar for this post

Posting Komentar

 Blog Terbaik News & Journalism - Top Blogs Philippines Malaysian Topsites - TopMalaysia.OrG Journalist Blogs - Blog Catalog Blog Directory Indonesian Muslim Blogger