Palestina, derita yang tak kunjung berakhir
By den_bagus on 18.25
Filed Under:
Sabtu kemarin, pasukan Israel menggempur Palestina. Data korban terakhir di pihak kaum muslimin Palestina, tercatat sudah 200 lebih korban tewas. Belum terhitung korban luka luka yang dikabarkan mencapai 700an orang. Itupun belum terhitung dari korban hilang yang masih tertimbun di gedung gedung yang di bombardir oleh militer Israel.
Pembelaan terhadap Palestina mulai berdatangan dari negara negara Arab. Meskipun pembelaan dan dukungan sebatas membuka jalur perbatasan (dan seperti biasa "kecaman"), seperti yang dilakukan oleh Mesir yang mulai membuka perbatasan untuk mengangkut korban maupun perbekalan. Di Mesir, Menteri Luar Negeri Ahmed Aboul Gheit menyatakan rasa belasungkawanya yang mendalam terhadap para korban. "Hari ini setiap orang berdiri di samping Palestina," katanya. Ia juga menyerukan dihentikannya serangan militer Israel.
Para Menteri Luar Negeri dari sejumlah negara Arab dilaporkan akan berkumpul di Kairo pada hari Minggu ini, seperti dikatakan Ketua Liga Arab, Amr Moussa.
Pembelaan juga dilakukan oleh sekutu Israel yaitu Amerika Serikat yang menyatakan bahwa aksi militer israel ini dilakukan karena Pemerintahan HAMMAS yang memulai merusak gencatan senjata. Sikap AS ini dinyatakan Presiden AS George W Bush dalam liburannya di ranch miliknya di Texas, melalui Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Condoleezza Rice. Setelah bertemu dengan Bush, Rice mengatakan adalah salah Hamas yang meningkatkan ketegangan di wilayah Gaza.
"AS sangat mengecam serangan roket dan mortir berulang-ulang yang melawan Israel, dan menganggap Hamas bertanggung jawab karena menghancurkan gencatan senjata dan memperbarui kekerasan di Gaza," tegas Rice seperti dilansir dari Reuters, Minggu (28/12/2008).
Sementara itu Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (Sekjen PBB) Ban Ki-moon mengecam aksi penyerangan Israel ke Jalur Gaza, Palestina. Dia menyerukan kekerasan di Jalur Gaza harus dihentikan.
Dalam situs PBB, Ban mengecam Israel yang dinilainya, "Menggunakan kekuatan berlebihan untuk membunuh dan melukai orang-orang sipil,".
Israel mengatakan serangan ini tidak akan memakan waktu singkat. "Ini tidak akan mudah dan ini tidak akan singkat," ujar Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak seperti dilansir dari Reuters, Sabtu (27/12/2008). "Ada waktunya kita tenang dan ada waktunya untuk melawan, dan sekarang adalah waktunya melawan," imbuh Barak.
Umat Islam Jangan Tertipu
Hal lain yang harus diwaspadai oleh umat Muslim adalah berlangsungnya upaya pendangkalan permasalahan Palestina oleh pihak Barat, utamanya kalangan media massa. Masalah Palestina sering diopinikan sebagai konflik bangsa Arab dengan Israel. Bahkan, sejak berdirinya Pemerintah Otonomi Palestina, masalah itu dianggap sebagai konflik bangsa Palestina dengan Israel. Demikian pula, kata 'konflik' yang lazim dipakai oleh media massa untuk menggambarkan agresi militer Israel adalah jauh dari realita. Sebab, yang tengah terjadi sesungguhnya adalah penjajahan, penindasan, dan teror yang dilakukan bangsa Israel terhadap kaum Muslim Palestina. Berdirinya negara Israel pada tahun 1948 adalah sebuah penjajahan atas Tanah Palestina, tidak berbeda dengan penjajahan yang dilakukan oleh bangsa Belanda, Portugis, dan Jepang atas negeri ini di masa lampau. Umat Muslim juga harus menyadari bahwa musuh yang dihadapi bukanlah hanya Israel, namun konspirasi bangsa Barat—terutama Inggris dan AS—yang membidani kelahiran Israel agar menjadi 'kelenjar kanker' dalam tubuh umat Muslim.
Kaum Muslim pun harus menghilangkan cara pandang yang keliru atas permasalahan yang tengah berkecamuk di Palestina. Masalahnya, sebagian orang, tak terkecuali umat Muslim, memandang bahwa permasalahan utama Palestina adalah merebut kembali al-Quds dari cengkeraman Israel; sebagian lagi beranggapan bahwa masalahnya adalah bagaimana menghentikan agresi militer Israel sekaligus berusaha menciptakan perdamaian bagi kedua negara: Israel dan Palestina.
Realitanya, masalah Palestina adalah masalah bersama bagi kaum Muslim, bukan sekadar konflik Arab-Israel. Solusi yang harus diambil bagi permasalahan Palestina adalah dengan tidak pernah mengakui eksistensi Israel seujung kuku pun, kemudian wajib hukumnya melenyapkan negara Israel dari Tanah Palestina secara total; bukan sekadar mengembalikan al-Quds ke tangan kaum Muslim, apalagi melakukan internasionalisasi Jerusalem seperti usulan PBB. Oleh karena itu, pengakuan atas keberadaan Israel—termasuk melakukan perundingan dengan mereka—jelas merupakan sebuah kebatilan. Bukankah dulu bangsa ini juga menolak tawaran kompromi dengan Belanda, walaupun sekadar menerima bentuk negara RIS? Logika yang sama pun harus dipergunakan terhadap bangsa Israel. Apalagi, hal ini diperkuat dengan Perjanjian Illiyyah ('Ihdat Umariyyah) saat itu yang salah satu klausulnya menyepakati 'larangan bagi orang Yahudi untuk tinggal satu malam pun di Jerusalem'. Perjanjian ini berlaku dan mengikat kaum Muslim hingga Hari Kiamat.
1. HARAM melakukan gencatan senjata terhadap kafir harbi.
IstiLah kafir harbi, musta’min, dan ahl adz-dzimmah menjelaskan tentang macam-macam kaum kafir dalam I konteks interaksi mereka dengan negara Khilafah (Darut Islam). Hanya saja, istilah musta’min lebih umum, sebab ía mencakup musta’min kafir dan musta’min Muslim. Setiap istilah tersebut mengandung konsekuensi hukum dan perlakuan yang berbeda. Sikap umat Islam terhadap kaum kafir didasarkan pada kategorisasi kaum kafir berdasarkan istilah-istilah tersebut.
Kafir harbi adalah setiap orang kafir yang tidak masuk dalam perjanjian (dzimmah) dengan kaum Muslim, baik ía seorang mu’ahid atau musta’min ataupun bukan mu’ahid dan bukan musta’min (An-Nabhani, 1994: 232). Mu’ahid adalah orang kafir yang menjadi warga negara kafir yang mempunyai perjanjian (mu’ahidah) dengan negara Khilafah. Musta’min adalah orang yang masuk ke dalam negara lain dengan izin masuk (al-amân), baik ía Muslim atau kafir harb (An-Nabhani, 1994: 234).
Kafir harbi, yang kadang disebut juga dengan ahl al-harb atau disingkat harb saja (Haykal, 1996:1411), dikategorikan lagi menjadi kafir harbi hukman (kafir harbi secara hukum/ de jure) dan kafir harbi haqiqatan/kafir harbi fi’lan (kafir harbi secara nyata/de facto). Kategorisasi ini didasarkan pada kewarganegaraan orang kafir dengan tempat berdomisili yang tetap. Jika Khilafah mengadakan perjanjian dengan suatu negara kafir, warga negaranya disebut kaum mu’ahidin (An-Nabbani, 1994: 232). Negara mi disebut ad- dawlah al -mu’ähidah (negara yang mempunyai
perjanjian dengan negara Khilafah). Istilah lain kafir mu ‘ahid, sebagaimana disebut oleh al-Qayyim dalam kitabnya, Ahkam Ahl Adz-Dzimmah,adalah ahl al-hudnah atau ahl ash-shulh (Ibn al-Qayyim, 1983: 475), atau disebut juga kaum al-muwadi’in (Hayqal, 1996: 701). Orang yang tergolong mu’âhid ini tergolong kafir harbi hukman. Sebab hanya berakhirnya perjanjian dengan negara Khilafah, ía akan kembali menjadi kafir harbi sebagaimana kafir harbi lainnya (kafir harbi fi’lan), yang negaranya tidak mengikat perjanjian dengan negara Khilafah.
Hubungan umat Islam dengan kafir harbi hukman didasarkan pada apa yang terkandung dalam teks-teks perjanjian yang ada. Hanya saja, dalam interaksi ekonomi, umat Islam (baca: Daulah Islamiyah) tidak boleh menjual senjata atau sarana-sarana militer kepada kafir harbi hukman—jika hal ini dapat memperkuat kemampuan militer mereka sedemikian sehingga akan mampu mengalahkan umat Islam. Jika tidak sampai pada tingkat tersebut, umat Islam boleh menjual senjata atau alat-alat tempur kepada mereka, khususnya ketika Daulah Islamiyah mampu memproduksi berbagai persenjataan militer dan menjualnya ke luar negeri sebagaimana yang diLakukan o(eh negaranegara adidaya saat ini). Jika dalam perjanjian ada pasal yang membolehkan penjualan senjata yang dapat memperkuat kemampuan militer kaum kafir harbi hukman sehingga mereka mampu mengalahkan umat Islam, pasal itu tidak boleh dilaksanakan. Sebabnya, pasal itu bertentangan dengan hukum syariat. Padahal, setiap syarat yang bertentangan dengan hukum syariat adalah batal dan tidak boleh dijalankan (An-Nabhani, 1990: 291-292; 1994: 232).
Adapun kafir harbi haqiqatan adalah warga negara dan negara yang tidak mempunyai perjanjian dengan Daulah Islamiyah. Negaranya disebut ad-dawlah al-kâfirah ál-hárbiyàh (negara kafir harbi yang memerangi umat Islam). Negara ini dibagi lagi menjadi dua. Pertama, jika negara tersebut sedang berperang secara nyata dengan umat Islam, ia disebut ad-dawlah al-kafirah al -harbiyah al-muhâribah bi al-fi’li (negara kafir harbi yang benar-benar sedang memerangi umat Islam secara nyata). Kedua, jika sebuah negara kafir tidak sedang terlibat perang secara nyata dengan umat Islam, Ia dikategorikan sebagai ad-daw!ah al-kâfirah alharbiyah ghayru al-muharibah bi al-fi’li (negara kafir harbi yang tidak sedang terlibat perang secara nyata dengan umat Islam) (AnNabbani, 1994: 233).
Perbedaan hukum di antara kedua negara ini adalah, jika sebuah negara kafir masuk kategori pertama, yakni sedang berperang secara nyata dengan dengan umat Islam, maka asas interaksinya adalah interaksi perang; tidak boleh ada perjanjian apa pun dengan negara kafir seperti ini, misalnya penjanjian politik (seperti hubungan diplomasi), perjanjian ekonomi (seperti ekspor-impor), dan sebagainya. Perjanjian hanya boleh ada setelah ada perdamaian (ash-shulh). Warga negaranya tidak diberi izin masuk ke dalam negara Khilafah, kecuali jika dia datang untuk mendengar kalamullah (mempelajari Islam), atau untuk menjadi dzimmi dalam naungan negara Khilafah. Jika warga negara dari negara kafir ini tetap masuk ke negara Khilafah, bukan untuk mendengar kalamullah, juga bukan untuk menjadi dzimmi, maka jiwa dan hartanya halal, yaitu dia boleh dibunuh, atau dijadikan tawanan, dan hartanya boleh diambil (AnNabhani, 1990: 293).
Sebaliknya, jika termasuk kategori kedua, yaitu tidak sedang berperang dengan umat Islam, maka negara Khilafah boleh mengadakan perjanjian dengan negara kafir seperti ini; misalnya perjanjian dagang, perjanjian bertetangga baik, dan lain-lain. Warga negaranya diberi izin masuk ke negara Khilafah untuk berdagang, rekreasi, berobat, belajar, dan sebagainya. Jiwa dan hartanya tidak halal bagi umat Islam. Namun, jika warga negara tersebut masuk secara liar, yaltu tanpa izin negara Khilafah, maka hukumnya sama dengan warga negara yang sedang berperang dengan umat Islam, yakni jiwa dan hartanya halal (An-Nabhani, 1990: 293). Jika warga negara tersebut masuk dengan izin negara, dia tidak boleh tinggal di negara Khilafah kecuali dalam jangka waktu tertentu, yaitu di bawah satu tahun (An-Nabhani, 1994: 233).
2. Pengkhianatan pemimpin Arab.
Alih-alih, membela sikap rakyat Palestina yang menentang keberadaan Negara Israel, Raja Yordania Abdullah malah menyerukan agar Pemerintah Persatuan Palestina yang baru harus mengakui Israel dan meninggalkan tindakan kekerasan bila ingin diakui. Abdullah berkata: “Terkandung pendapat umum internasional, bukan saja pada negara-negara Barat, melainkan juga di kalangan negara-negara Arab dan selebihnya juga kalangan Muslim – yang yakin bahwa harus ada kriteria tertentu di mana pemerintahan baru Palestina harus mau menerima, jika ingin maju dalam proses perdamaian.” (VOA ; 25/02/2007).
Saudi Arabia pun mengeluarkan fatwa tentang bolehnya berdamai dengan Israel, yang secara tidak langsung merupakan pengakuan terhadap Negara Israel. Berikutnya beberapa Negara Arab dan negeri-negeri Islam lainnya pun secara terbuka atau diam-diam berhubungan dengan Israel.Memang dari sejarah diketahui Raja Abdullah (Transjordan), Raja Farauk (Mesir) , memiliki hubungan yang erat dengan Inggris dan Amerika Serikat. Ayah raja Abdullah Sharif Husin sebelumnya telah bersekutu dengan Inggris untuk memerangi Khilafah Usmaniah. Kakaknya , Faisal, sebelumnya memiliki hubungan dengan pemimpin Zioanis Chaim Weisman. Perlu diketahui pula Abdullah dan Ben Gurion (perdana menteri pertama Israel) pernah belajar bersama di Istambul.Pembentukan negara Saudi Arabia misalnya tidak lepas dari campur tangan negara-negara Barat, dalam hal ini Inggris. Kerjasma ini telah dilakukan antara Dinasti Sa’ud (rezim keluarga Saudi Arabia) dengan Inggris sekitar tahun 1782-1810. Pada saat itu, Inggris membantu Dinasti Sa’ud untuk memerangi Daulah Khilafah Islam. Dengan bantuan Inggris, Dinasti Sa’ud berhasil menguasai beberapa wilayah Damaskus. Kerjasama Dinasti Sa’ud dengan Inggris ini semakin jelas , saat keduanya melakukan perjanjian umum Inggris –Arab Saudi yang ditandatangani di Jeddah (20 mei 1927). Dalam pernjanjian itu, Inggris yang diwakili oleh Clayton, mempertegas pengakuan Inggris atas kemerdekaan lengkap dan mutlak Ibnu Saud, hubungan non agresi dan bersahabat, pengakuan Ibnu Sa’ud atas kedudukan Inggris di Bahrain dan di keemiran teluk..(lihat George Lenczowsky, Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia, hlm 351). Pola-pola yang hampir mirip terjadi pada negara-negara Arab yang lain. Pembentukan negara Kuwait , tidak lepas dari pernjanjian Mubarak al Sabah dengan Inggris pada tahun 1899. Dalam perjanjian itu ditetapkan Kuwait sebagai negara yang merdeka dibawah lindungan Inggris. Negara-negara Arab lainnya juga menjadi rebutan pengaruh negara-negara Besar yang sangat mempengaruhi independensi penguasa negara-negara tersebut. Negara Mesir dibentuk setelah terjadinya kudeta militer terhadap Raja Farauk (yang dekat dengan Inggris) oleh Gamel Abdul Nasser (yang kemudian banyak dipengaruhi oleh AS). Tak jauh beda dengan Libya, yang dibentuk oleh Itali sebagai daerah koloninya pada tahun 1943. Setelah itu Libya menjadi rebutan negara-negara Barat . Terakhir, Raja Idris yang dekat dengan AS, dikudeta oleh Khadafi (yang menamatkan pendidikannya di Inggris).
Pengkhianatan negara Arab juga telah menjadi penyebab dirampasnya dengan mudah tanah-tanah Palestina maupun negeri Arab lainnya oleh Israel, tanpa ada perlawanan yang berarti. Direkayasa pula berbagai perang dengan Israel dengan berbagai tujuan antara lain untuk menunjukkan kehiraun rezim Arab tersebut terhadap Palestina. Kenyataan sebenarnya adalah pengkhianatan. Sebenarnya tidak pernah terjadi perang yang habis-habisan. Empat perang yang pernah terjadi 1948, 1956,1967, 1975, semuanya berakhir cepat dan dihentikan dengan intervensi internasional.. Wilayah kaum musliminpun diserahkan kepada Israel dengan alasan kalah perang.. Dalam perang tahun 1967, raja Husein dari Yordania menyerahkan Tepi Barat Yordan kepada Israel tanpa berperang. Pada tahun yang sama Gamel Abdul Nasser menyerahkan Gurun Sinai dan Jalur Gaza. Hafedz Assad dari Suriah menyerahkan Dataran Tinggi Golan.
Dari kekalahan perang yang direkaya ini pun dibuat mitos bahwa Israel tidakkan pernah terkalahkan. Hal ini kemudian dijadikan legalisasi rezim-rezim Arab untuk tidak berperang kepada Israel. Oleh sebab itu seakan-akan perdamaian dengan Israel adalah sesuatu yang tidak bisa ditolak. Padahal nyata-nyata tujuan dari berbagai perdamaian itu justru untuk mengokohkan kebaradan negara Israel.
3. Solusi Palestina hanya dengan Mobilisasi Massa
Menyangkut persoalan mutakhir yang dihadapi Palestina, maka setidaknya ada tiga persoalan besar, yaitu: (1) Menolong rakyat Palestina yang kelaparan, luka, kekurangan obat, dll; (2) Menghentikan kebrutalan Israel; (3) Membebaskan seluruh Palestina (bukan hanya al-Aqsha) dari cengkeraman Yahudi Israel.
Melihat ketiga persoalan tersebut, berarti tidak cukup solusi yang ditempuh hanya sekadar menggalang dana untuk bahan makanan dan obat-obatan. Jika hanya itu yang dilakukan, berarti kita membiarkan Israel terus membunuhi kaum Muslim Palestina, sementara kita hanya mengobati mereka yang masih selamat.
Kita hendaknya menyadari bahwa bangsa Israel adalah orang-orang kafir yang secara nyata memerangi kita. Mereka adalah kafir muharriban fi'lan. Terhadap mereka, Allah Swt. secara tegas dan jelas telah memerintahkan kita untuk menutup hubungan dengan mereka dalam bentuk apapun, kecuali satu: jihad! Allah Swt. berfirman:
Perangilah oleh kalian di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Bunuhlah mereka di mana saja kalian jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mana saja mereka telah mengusir kalian. Sesungguhnya fitnah (kekufuran) itu lebih besar akibatnya dari sekadar pembunuhan (orang-orang kafir). (TQS. al-Baqarah [2]: 190-191).
Dimotori oleh Hamas, para pejuang Palestina tidak surut menghadapi kecanggihan senjata dan kekejaman Israel. Mereka terus melakukan serangan roket ke kota-kota Israel yang masuk jangkauan roket mereka. Mereka terus melakukan perlawanan sengit dan keras setiap kali pasukan Israel masuk wilayah mereka. Mereka terus melakukan aksi bom syahid terhadap sasaran-sasaran Israel.
4. Solusi Total Palestina : Jihad dipandu Khilafah
Apa yang akan kita lakukan jika rumah kita dirampas oleh segerombolan penjahat kemudian mereka pura-pura berbelas kasihan dengan menawarkan satu ruangan untuk kita diami, akankah kita terima tawaran tersebut? Bukankah umat Islam Indonesia telah memperlihatkan sikap tegas dengan mengusir kaum kolonialis asing dari Tanah Air ini dan tidak menyisakan tanah untuk mereka kuasai, walaupun seujung kuku sekalipun?
Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kecuali mengusir Israel dari seluruh tanah kaum Muslim dengan berjihad yang dilakukan oleh negara-negara Muslim dengan mengirimkan pasukan regulernya; bukan dengan langkah perdamaian. Sebab, langkah perdamaian seperti yang diusulkan para pemimpin Arab, termasuk Arafat, jelas bukan solusi, tetapi bahkan semakin menambah ruwetnya permasalahan Palestina itu sendiri.
Namun sayang, pada faktanya, tidak ada satupun penguasa negeri Muslim yang melakukan hal tersebut dengan berbagai dalih yang dibuat-buat.
Oleh karena itu, kita saat ini memerlukan penguasa yang benar-benar mau membela kaum Muslim sekaligus mampu mengusir Israel dan menghancurkan pengaruh AS. Penguasa yang dimaksud adalah Khalifah, yakni pemimpin umat yang ada dalam naungan Khilafah Islamiyah. Sayangnya, Khilafah kini belum terwujud kembali di tengah-tengah kita. Oleh karena itu pula, sudah saatnya umat bangkit dan kembali menegakkan supremasi mereka di atas dunia ini dengan mewujudkan Negara Khilafah Islamiyah. Insya Allah, kehinaan dan penderitaan yang kini melekat pada tubuh umat akan segera sirna. Amin.
Allahumma a;izzal Islam wal muslimin
Allahumma Inna nas-aluka daulatal khilafatan 'alaa minhaj an nubuwwah
tu'izzul bihal islaam wa ahluhu, wa tudzillu bihal kuffar wa ahluh
sbr : revolusidamai.multiply.com
0 komentar for this post