Pemerintah Dinilai Lalai,Walhi mempertimbangkan fasilitasi korban Situ Gintung melakukan gugatan class action kepada Pemerintah
By den_bagus on 16.46
Filed Under:
Alih fungsi lahan melanggar aturan.
TANGSEL -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mempertimbangkan menggugat pemerintah karena dinilai lalai dalam pemeliharaan Situ Gintung di Kelurahan Cireundeu, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Provinsi Banten.
''Walhi mempertimbangkan mengajukan gugatan hukum legal standing atau memfasilitasi warga korban melakukan gugatan class action kepada Pemerintah Provinsi Banten dan departemen teknis terkait,'' kata Juru Kampanye Air dan Pangan Walhi Eksekutif Nasional, Erwin Usman, Ahad (29/3).
Menurut Erwin, jebolnya tanggul Situ Gintung murni merupakan kelalaian pemerintah dalam menerapkan UU No 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air cq PP No 42/2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, dan UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Ketidakseriusan pemerintah merawat Situ Gintung, ungkapnya, terbukti dari diabaikannya laporan masyarakat mengenai kerusakan kawasan danau ataupun tanggul. ''Pemerintah, Departemen PU, dan Pemprov Banten tak cukup cermat. Situ yang dibangun tahun 1930 itu tak pernah diperbaiki, cuma dilakukan semacam pengerukan pada 2008.''
Dengan kondisi itu, wajar jika danau berkapasitas 1,5 juta meter kubik itu tak mampu menampung air berlebih dua juta meter kubik saat kejadian. Akibatnya, tanggul danau pun jebol.
Masyarakat juga telah melaporkan adanya pendangkalan dan penyempitan lahan danau dari 31 hektare menjadi 21 hektare. ''Alih fungsi dengan dibangunnya semacam vila, restoran, kawasan ekowisata, dan komersial lain tidak memerhatikan fungsi ekologis dan keselamatan manusia.''
Alih fungsi lahan ini menunjukkan koordinasi antara Pemda Tangerang, Pemprov Banten, Pemprov Jabar, dan Pemprov Jakarta buruk. Ini karena wilayah lintasan air di atas Situ Gintung meliputi daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung dan DAS Cisadane.
''Kondisi di hulu dikoordinasikan dengan Pemprov Jabar dan Jakarta karena pemulihan DAS dan tangkapan air berpengaruh terhadap hilir dan volume air yang turun.''
Walhi mengusulkan moratorium atau penghentian segala alih fungsi lahan di kawasan situ, daerah aliran sungai (DAS), dan daerah tangkapan air. Sebab, ketiga daerah itu saling memengaruhi.
Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Agus Setyo Muntohar, menilai, jebolnya tanggul Situ Gintung karena kegagalan struktur. ''Ini mengingat bahwa Situ Gintung dibuat oleh manusia,'' katanya.
Namun, permasalahan utama, menurutnya, adalah tidak konsistennya pengawasan terhadap bangunan-bangunan umum berbahaya di kawasan itu. ''Fungsi inspeksi terhadap bangunan air tidak berjalan.''
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Ginandjar Kartasasmita, meminta musibah ini diselidiki. ''Pemerintah harus segera melakukan penyelidikan yang cermat dan saksama,'' katanya. ''Apakah musibah itu akibat kecelakaan atau bencana alam yang tidak bisa dihindari, kelalaian atau penyebab lain.''
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung-Cisadane, Pitoyo Subandrio, mengaku telah melakukan pengawasan rutin di Situ Gintung. ''Pada 2008 lalu, kami melakukan perbaikan dan juga pemeliharaan,'' katanya.
Namun, dia pun mengakui bahwa berdirinya bangunan di sekitar danau menyalahi aturan. Semestinya, pada jarak 30 meter dari tepi danau, tak boleh berdiri bangunan. ''Saat ini saja tubuh bendungan dipakai untuk mendirikan bangunan,'' keluhnya.
Untuk merelokasi bangunan yang menyalahi aturan, kata Pitoyo, itu adalah kewenangan pemerintah daerah. ''Kami tak berhak menyuruh mereka pergi. Pemerintah daerah yang berwenang.''
Mengenai mau diapakan danau dan permukiman di sekitarnya, Pitoyo mengaku belum bisa mengungkapkannya. ''Kami masih menunggu hasil kajian tim ahli dari Jepang.''
Wali Kota Tangsel, Muhammad Shaleh, belum memutuskan mau diapakan kawasan bencana tersebut, termasuk kemungkinan untuk taman kota. ''Kami masih mengkaji." [republika]
0 komentar for this post