Kebohongan Elit Barat Soal Israel
By den_bagus on 14.12
Filed Under:
Duet Inggris-AS yang memihak Israel kerap kali digambarkan media barat secara abu-abu. Seorang wartawan senior Inggris Robert Fisk menilai kebohongan demi kebohongan menyelimuti aksi-aksi kejam Israel di jalur Gaza.
Ketika Israel menyerang Gaza, 28 Desember 2008 lalu dan menewaskan lebih dari 296 warga Palestina, Robert Fisk langsung bicara di TV Aljazera dan menulis di harian The Independent terbitan London.
“Para pemimpin terus berbohong, sementara korban sipil berjatuhan. Kita tidak pernah mau belajar dari sejarah,” tulis Robert Fisk hanya sehari setelah Israel membombardir Gaza, ibukota sementara Palestina.
Sejarah yang dimaksud Fisk adalah perang yang sudah berlangsung sejak 1948 dan faktanya selalu dimanipulasi. Israel selalu di pihak yang benar. Sementara setiap kali terjadi pertumpahan darah, pihak Arab dan Palestina selalu disalahkan.
Para pemimpin Barat yang dianggapnya berbohong adalah Inggris dan AS. Di pihak Inggris yang berbohong disebutnya Perdana Menteri Gordon Brown dan pendahulunya Tony Blair.
Tonny Blair bahkan secara khusus dikritiknya. Blair bukanlah orang yang tepat menjadi juru runding konflik Israel dan Palestina. Blair seusai melepas jabatannya Juni tahun lalu kemudian diangkat Uni Eropa menjadi Utusan Khusus Timur Tengah.
“Mana suara Blair? Untuk apa dia digaji? Berapa besar bayarannya? Bagaimana kemampuannya menyelesaikan konflik? Mengapa dia tidak turun ke Gaza?” tanyanya. Sedang pemimpin AS yang disebutnya tukang ngibul mulai dari George Bush senior, Bill Clinton dan George Bush junior.
Kebohongan Bush terlihat dari komitmennya kepada Israel yakni kedua pihak akan menggunakan secara bersama pesawat tempur F-18s dan senjata misil jenis Hellfire.
Sementara Bill Clinton saat kampanyenya dalam Pemilihan Presiden AS di 1993 secara eksplisit berjanji menggunakan istilah yang “cukup keras” sebagai sebutan bagi Israel. Artinya Clinton akan bersikap tegas dan tanpa kompromi kepada Israel. Tapi begitu terpilih, Clinton sama dengan Bush senior yakni berbohong.
Robert Fisk, 62, sudah 30 tahun menetap di Timteng. Selama tiga dekade ia melaporkan situasi kawasan itu terutama setiap konflik yang melibatkan Israel. Dari kacamata wartawan, Fisk dinilai cukup obyektif. Tercermin dari penilaian komunitas wartawan Inggris yang memberi penghargaan tertinggi karya jurnalistik.
Sementara pihak yang tidak suka dengan tulisan, laporan dan analisanya menuduh Fisk pendukung setia Palestina. “Fisk tidak banyak tahu keburukan Palestina”, komentar seorang pembaca yang menentang Fisk.
Tentang serangan Israel terhadap Gaza Desember lalu Fisk bertanya apakah wajar untuk kematian seorang warga Israel, Palestina harus kehilangan 300 nyawa?
Peristiwa ini mengingatkan perilaku Israel terhadap Libanon di 2006. Warga Israel yang terkena serangan roket Hisbullah di Libanon Selatan hanya satu orang. Tapi ketika Israel membalas, korban sipil Libanon 10 orang. Belum termasuk kerusakan gedung, kendaraan dan infrastruktur.
Ia mengingatkan siklus pola serangan Israel yang beralasan: serangan dibalas serangan. Dunia internasional pun dikecam karena jatuhnya korban rakyat sipil hanya disikapi dengan mengeluarkan himbauan agar kedua pihak menahan diri.
Secara sinis Fisk membuat perbandingan, permintaan menahan diri itu hanya mungkin dilakukan bila kedua pihak memiliki kekuatan berimbang. Namun Israel menyerang dengan pesawat tempur F-18s dan tank Marakav, sementara Palestina hanya 20 roket.
Dalam delapan tahun terakhir ini, Hamas telah menewaskan 20 orang tentara Israel. Tetapi dalam satu serangan kilat sehari, kata Fisk lagi, Israel bisa membunuh 300 orang warga Palestina.
Tentang alasan keamanan bagi warga Israel yang didengung-dengungkan pemimpinnya, Fisk menyatakan wajar saja. Tapi apakah warga lain tidak berhak memperoleh keamanan serupa.
Ia membandingkan perlakuan Israel terhadap Libanon. Sejak 1975, Israel telah membom Libanon ribuan kali dengan alasan menghancurkan sarang teroris. Namun sampai sekarang tak satupun pihak yang menjuluki Israel sebagai teroris!
Sebagai orang Inggris, Fisk juga mengingatkan konflik di Irlandia Utara. Konflik berkepanjangan itu tidak membuat Inggris membombardir markas Tentara Irlandia Utara (IRA) sekalipun berkali-kali bom meledak di London serta menewaskan warga Inggris.
Eskalasi yang terjadi di Gaza saat ini sangat serius. Karena Israel tetap keukeuh melakukan serangan darat sementara Hamas siap menjadi martir dengan resiko apapun.
Menurut Fisk sama saja mimpi jika Israel berharap serangan dapat meletakkan senjata Hamas dan menyerah. Hamas tahu, bila itu mereka lakukan, tetap saja akan dihancurkan Israel.
Lalu dimana keberadaan politisi Inggris dan AS di tengah situasi kritis ini? Secara sinis Fisk menyatakan, barangkali mereka sedang bersembunyi di got, pegunungan atau di tempat yang tidak terlihat. Namun yang tahu kelakuan mereka hanya bisa tersenyum. Begitulah kelakuan elit politisi.[hti]
0 komentar for this post