Stop Legitimasi Sistem Kuffur
By den_bagus on 07.23
Filed Under:
”Yang salah kan sistem dan politisi kok pemilih yang ditekan?” ujar Pengamat Politik Bima Arya pada acara Halqah Islam dan Peradaban (HIP) ke-6 di Wisma Antara Jakarta, Kamis (19/2) siang. Pertanyaan itu ia lontarkan menanggapi polemik fatwa ”golput haram” yang muncul di saat angka golput terus meningkat. Lebih lanjut ia menyatakan golput ideologis semakin meningkat dan merata bukan hanya dikalangan kaum terpelajar saja.
Hal ini terjadi karena mereka memandang bahwa ada kesalahan dalam sistem dan para politisi. ”Ini bukti kesalahan dalam mendiagnosa suatu permasalahan sehingga salah dalam memberikan solusi”, tandasnya.Ia pun menambahkan, bila nanti golput jadi mayoritas maka ini merupakan tamparan yang sangat keras bagi para politisi. Karena pemerintah perlu legitimasi salah satunya diukur dari perolehan suara.
”Kita memang tidak melihat sistem, namun dalam pemilu nanti umat harus seperti apa?
Tidak ada yang mendesak Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengeluarkan fatwa. Ini merupakan murni jawaban atas pertanyaan umat dan memang pertanyaan itu baru muncul sekarang”, sanggah Ketua MUI KH Ma’ruf Amin pada acara yang bertema ”Golput Halal Haram (Demi Status Quo atau Kemaslahatan Umat) . Lebih lanjut, Ma’ruf menyatakan bahwa MUI itu tidak ada hubungannya dengan status quo tetapi kemaslahatan umat.
Lebih lanjut Ma’ruf menjelaskan karena memilih pemimpin itu merupakan kewajiban agama yang paling besar. Nah, MUI mengarahkan supaya masyarakat itu memilih pemimpin yang jujur, beriman, cerdas, memperjuangkan aspirasi umat Islam. Yang dimaksud dengan pemimpin itu adalah termasuk presiden dan anggota DPR. Bila tidak memilih pemimpin yang seperti itu maka nanti yang akan terpilih adalah pemimpin yang berkarakter sebaliknya.
Berbeda dengan Ma’ruf, Rahmat S. Labib, DPP HTI menyatakan justru sistem memiliki peranan yang sangat vital. Sistem itu bersifat memaksa siapapun yang berada di dalamnya. Konsekuensinya alih-alih menerapkan hukum berdasarkan Alquran, Hadits, Ijma Shahabat dan Qiyas, malah dipaksa menerapkan hukum buatan manusia. Padahal dalam Islam manusia diharamkan membuat hukum. Jadi seharusnya MUI pun menfatwakan haram memilih pemimpin yang akan menerapkan sistem demokrasi. Karena sistem ini lah yang justru menjadikan manusia sebagai pembuat hukum.
”Mencoblos atau mencontreng dalam sistem ini maka merupakan legitimasi diterapkannya sistem kuffur!” tandasnya.Lebih lanjut Rahmat menjelaskan bahwa perubahan justru selalu lahir di luar sistem. Tumbangnya orde lama dan orde baru terjadi karena adanya desakan yang sangat kuat dari luar sistem. Nah, kekuatan di luar ini yang harus dibangun. Karena pemimpin yang islami atau bertakwa haruslah berada dalam Sistem Pemerintahan Islam tidak boleh berada dalam sistem yang sebaliknya. Pemahaman ini lah seharusnya terus digulirkan di tengah-tengah umat sehingga umat paham dan mendesak agar digantinya sistem sekuler ini dengan Sistem Islam, yakni Khilafah Islam.[mu]
0 komentar for this post