Uang Palsu Jadi Modal Kampanye?
By den_bagus on 22.37
Filed Under:
Jakarta - Entah kenapa, setiap menjelang pemilihan umum, jumlah uang palsu (upal) yang beredar selalu meningkat. Itu tampak dari data yang dihimpun BI berdasarkan hasil temuan bank dan kepolisian.
Lihat saja, pada Pemilu 1997 uang palsu yang ditemukan Rp 4,4 miliar, lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, yang hanya Rp 215 juta. Hal yang sama juga terjadi pada Pemilu 1999. Saat itu uang palsu yang ditemukan oleh BI mencapai Rp 6,73 miliar atau lebih besar Rp 570 juta dibandingkan 1998.
Menjelang pemilu 2004, peredaran uang palsu kembali meningkat. Selama periode Januari-Mei, upal yang beredar meningkat 600% dibandingkan periode yang sama di 2003. Sejak 1988 hingga 2004 upal yang beredar diperkirakan lebih dari Rp 800 miliar.
Seperti pada pemilu yang sudah-sudah, tahun ini pun jumlah upal yang beredar diperkirakan akan meningkat pesat. Itu sebabnya, BI sudah menyiapkan langkah preventif dan represif.
Cara preventif dilakukan melalui pembaharuan ciri-ciri uang dan edukasi kepada masyarakat. “Sedangkan langkah represif dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan Kepolisian,” kata Erry Setiawan, Kabag Pengelolaan Uang Keluar BI.
Sebenarnya, untuk menangkal peredaran uang palsu sudah ada badan yang menanganinya. Berdasarkan Inpres No. 1/1971, presiden menunjuk Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Kabakin) sebagai Badan Koordinasi Pemberantasan dan Penanganan Uang Palsu.
Sayang, 23 tahun berdiri, badan itu seperti macan kertas. Jangankan membongkar, melakukan tindakan pencegahan pun nyaris belum dilakukan lembaga yang anggotanya terdiri dari polisi, wakil dari Departemen Kehakiman, Kejaksaan Agung, BI, dan Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri).
Belum diketahui, mengapa peredaran uang palsu selalu meningkat di saat menjelang pemilu. “Mungkin uang itu sengaja dicetak untuk membeli kaus dan spanduk pemilu,” kata seorang bankir sambil terbahak. Ah, masa sih duit palsu dipakai untuk modal kampanye?[inilah]
0 komentar for this post